Oleh : Ahmad Khozinudin (Sastrawan Politik)
Siapapun tidak dapat menolak realitas politik, bahwa selain dengan proses Pemilu perubahan politik bisa terjadi dengan jalan People Power dan Kudeta Militer. Unsur utama People Power adalah rakyat, sementara unsur utama kudeta adalah militer.
Hanya saja, kalau didalami secara seksama sejatinya People Power juga butuh dukungan militer. Sama juga, kudeta juga membutuhkan dukungan rakyat.
People Power tanpa dukungan militer, akan menyebabkan pertumpahan darah rakyat. Sebab, penguasa yang akan digulingkan oleh rakyat pasti akan menggunakan kekuatan militer sebagai tameng untuk melindungi kekuasaannya.
Kekuasaan baru akan jatuh, manakala militer membiarkan penguasa sendirian ditawur oleh rakyatnya. Peristiwa 1998 tidak akan sukses menggulingkan Soeharto, selama militer (TNI) masih setia kepada Soeharto. Manakala kekuatan militer berpihak kepada rakyat, maka jatuhlah kekuasaan Soeharto.
Kudeta juga akan bermasalah tanpa dukungan rakyat. Proses penggulingan kekuasaan oleh militer, jauh lebih mudah ketimbang dengan kekuatan rakyat, karena militer memiliki kekuatan (senjata).
Hanya saja, kudeta akan bermasalah jika tanpa dukungan rakyat karena kekuasaan yang digulingkan masih didukung rakyat. Artinya, militer tidak saja menghadapi penguasa tetapi juga menghadapi kekuatan rakyat.
Perubahan yang paling baik adalah perubahan yang didukung penuh rakyat dan di back up penuh oleh militer. Tugas rakyat dan militer, hanya tinggal mendorong sedikit kekuasaan yang ringkih, sehingga kekuasaan itu jatuh berkeping-keping.
Kekuasaan tanpa dukungan militer dan rakyat adalah kekuasaan yang rapuh. Dan hubungan kekuasaan dengan militer dan rakyat, dibangun berdasarkan ikatan pemikiran.
Sesungguhnya, pertarungan politik di tataran ide atau pemikiran, adalah pertarungan politik yang paling penting. Karena kemenangan politik di area pertarungan ini, akan berdampak pada dukungan rakyat dan militer.
Kekuasaan, akan terus berusaha mempertahankan loyalitas militer dan rakyat, agar terus menopang kekuasaan mereka. Karena itu, mereka berusaha menutupi kezaliman dengan berbagai pencitraan politik, sehingga dipandang baik oleh militer dan rakyat.
Karena itu, kerja politik yang membongkar aib kekuasaan, menelanjangi seluruh pengkhianatan dan kejahatan para penguasa, mengungkap korupsi dan kezaliman mereka, adalah perjuangan politik yang paling penting. Tidak akan berhasil gerakan politik apapun, sepanjang belum bisa menyadarkan akyat dan militer sebagai pilar utama kekuasaan, tentang zalimnya penguasa terhadap rakyatnya.
Soeharto mudah jatuh, karena menggunakan kekuatan militer untuk membendung aspirasi rakyat. Padahal, represi militer justru makin menyulut kebencian rakyat kepada penguasa, yang mendorong kekuasaan itu lebih cepat jatuh.
Rezim Jokowi tidak menggunakan kekuatan militer, melainkan menggunakan kekuatan buzzer untuk melindungi kekuasaannya, menjaga kepercayaan rakyat dan militer terhadapnya. Sambil, menggunakan kekuatan Polisi untuk mengkriminalisasi para pengkritik rezim berdalih isu penegakan hukum.
Karena itu, pertarungan politik era now harus mengedepankan kekuatan intelektual, politik, pemikiran, dan narasi-narasi perlawanan. Sebab, cara melindungi kekuasaan yang diadopsi saat ini berbeda dengan era Soeharto.
Lalu, apakah People Power atau kudeta?
Jawabnya, perubahan hakiki agar mulus dan tanpa pertumpahan darah maka gerakan itu harus didukung oleh rakyat dan militer. Gerakan yang bertumpu pada kekuatan pemikiran. Itulah, gerakan perubahan yang mencontoh nabi Muhammad Saw, yakni gerakan politik yang menggunakan pendekatan dakwah Amar Makruf nahi Munkar. [].