Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
“Gambaran Badai : langit diam dan tenang, lalu terjadilah jeda yang menyejukkan hati. Lalu entah dari mana petir menyambar, angin bertiup kencang.. dan tiba tiba langit meledak. Badai yang tiba-tiba datang menyambar dengan datangnya tipuan angin merobohkan semuanya”.
Jadi benar kata Napoleon ( 1769-1821 ) : “kita harus lambat dalam merencanakan namun cepat dalam melaksanakan.
Andaikata kita sepakat dengan kalimat itu akan menjadi kacau “cepat dan membahana seruan cuap cuap menumpahkan ancaman, kandas dan sepi dalam tindakan”. Itu tidak boleh terjadi.
Slogan Yulius Caesar ( 100-44 SM ) bisa jadi masih aktual “Veni, Vidi, Vici” ( saya datang, saya lihat , saya menang ). Artinya sekali menyergap harus menang.
Strategi senyap dan mematikan untuk meraih kemenangan, semua penghalang di terjang dan di hancurkan, apakah cara kerja strategi ini justru milik Taipan Oligarki. Sekali Yusuf Wanandi muncul di layar kaca hanya tempo 4 ( empat ) Jokowi langsung menyatakan diri akan cawe cawe
Mereka memiliki strategi senyap menyergap dan mematikan sangat terlihat pada action pada bonekanya, semua aturan konstitusi, apalagi sekedar norma dan etika di babad habis, untuk meraih kemenangan dengan segala cara .
Harus ada kesadaran bersama para pejuang perlawanan, membalikan keadaan dengan serangan kejutan , ucapan Xenofon ( 430-355 SM ) : “semakin sesuatu hal sulit diramalkan, semakin besar ketakutan yang diakibatkan. Hal ini paling tampak dalam perang, dimana setiap serangan kejutan menciptakan teror bahkan bagi mereka jauh lebih kuat sekalipun”.
Perlawanan yang tiba tiba pasti strategi senyap, melakukan perlawanan dengan kecepatan tinggi, sangat efektif menciptakan kebingungan dan kepanikan. Sebaliknya terlalu banyak ancaman tanpa perlawanan riil, hanya akan menjadi imun, dianggap sampah dan disepelekan.
Ketika para Taipan Oligarki sudah menginjak tanpa mengenal ampun, hanya ada satu cara “-harus ada perlawanan tanpa ampun.
Yang terjadi sementara orang tetap membela diri, bermacam macam dalih dan alasan tidak mau bergerak, lebih nyaman hanya cuap cuap di tempat.
Virus mental pengecut, pemain watak harus dicerahkan dan di ingatkan, dalam keadaan memaksa harus di paksa masuk dengan gerakan mendadak bergerak melakukan perlawanan. Kalau tetap bandel harus di eliminasi karena hanya akan menjadi sampah dan beban sebuah pergerakan.
“Dalam tinju yang bisa menjatuhkan, bukan tinju yang extra keras, melainkan tinju yang tidak bisa dilihat”.
Keberhasilan sebuah gerakan perlawanan tergantung tiga hal : kelompok yang gesit ( seringkali lebih kecil tetapi militan ), kordinasi unggulan dan kemampuan mengirim perintah dengan cepat dalam rantai komandonya.
Dalam kondisi stagnan perlawanan saat ini dibutuhkan pemimpin berani, sebagai magnit untuk menggabungkan kekuatan yang masing terpecah, termangu mangu dan menunggu.
ini saatnya melakukan perlawanan ”
“Stop jadi jongos ekonomi dan politik, It’s now or never, Tomorrow will be to late” ( sekarang atau tidak pernah – besok atau semua terlambat ), “rotten fish from its head” ( ikan busuk dari kepalanya )”.