Negara China mempunyai kepentingan keberadaan Ibu Kota Negara (IKN) di kecamatan Samboja dan kecamatan Sepaku, kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. China akan memperlihatkan kekuataannya dengan membangun pangkalan militer di IKN dalam menghadapi situasi di Laut China Selatan.
“Ada dugaan China akan membangun pangkalan militer di IKN,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (30/5/2023).
Dugaan negara Tirai Bamabu ingin membangun pangkalan militer di IKN, kata Amir didasarkan kabar adanya petinggi Partai Komunis China (PKC) menemui para agen intelijennya di Indoneia. “Agen intelijen mempunyai akses ke Istana,” paparnya.
Kata Amir, kedekatan pemerintah Jokowi dengan China membuat para investor tidak menanamkaan investasinya di IKN. “Para investor negara lain akan berpikir ulang berinvestasi IKN terlebih lagi ada kabar China akan membangun pangkalan militer,” ungkap Amir.
Kata Amir, kabar China yang akan membangun pangkalan militer di IKN sangat bertolak belakang dengan politik luar negeri bebas aktif. “Politik luar negeri Indonesia harusnya bebas aktif tidak memihak kepada satu negara atau satu blok,” jelas Amir.
Mengutip media militer China, PLA Daily, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) sejak 2014 telah membangun pangkalan militer di Fiery Cross Reef. Fiery Cross Reef merupakan sebuah gugusan kepulauan karang yang terletak dalam area Kepulauan Spratly yang telah disengketakan banyak negara.
Dalam pangkalan yang ada di pulau itu, terdapat landasan pacu untuk menerbangkan armada udara sepanjang 3,3 kilometer. Landasan itu cukup untuk didarati pesawat pengangkut bom nuklir Xian H-6 milik Beijing.
Xian H-6 memiliki kemampuan jelajah 1.800 hingga 6.000 kilometer. Tentunya sangat memungkinkan bagi bomber tersebut untuk menerjunkan bom nuklir ke seluruh wilayah sekitar bibir pantai lautan yang kaya hasil alam ini.
China memang akhir-akhir ini sedang melakukan banyak manuver militer di LCS. Lautan yang mereka klaim 90% total wilayahnya adalah milik mereka. Klaim itu ditandai dengan dibuatnya nine dash line atau sembilan garis imajiner yang memasukan sebagian besar wilayah lautan itu dalam wilayah kedaulatan China.
Klaim ini ditepis oleh beberapa claimant state lainnya seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Mereka mengatakan bahwa wilayah Kepulauan Spratly dan Paracel, yang kaya akan migas, merupakan wilayah mereka.