Hubungan umat dengan Rasulullah tidak ada kaitannya dengan nasabnya. Dan dalam ajaran Islam, kemuliaan di mata Allah itu bukan berdasarkan nasab tetapi taqwa.
“Hubungan saya dengan Nabi Muhammad Saw adalah hubungan umat dan Rasulnya. Saya umatnya dan beliau Rasulullah. Tidak ada urusan dengan nasab!” kata Wakil Katib Syuriah PWNU DKI KH Taufik Damas di akun Twitter-nya, Senin (29/5/2023).
Kiai Taufik, meminta untuk menggunakan akal sehat dalam beragama. “Beragama itu pakai akal sehat. Tidak pakai nasab-nasbanya,” paparnya.
Kata Kiai Taufik Damas, dalam ajaran Islam yang tercantum dalam Al Quran, kemuliaan seseorang bukan karena nasab tetapi taqwannya.
“Wahai manusia. Tuhan kalian satu. Bapak kalian satu. Semua kalian dari Adam dan Adam dari tanah. Yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Tidak ada kemuliaan bagi orang Arab dibanding orang non-Arab kecuali dengan ketakwaan,” ungkap Kiai Taufik.
Menurut Ahmad Syafii Maarif, penghormatan berlebihan kepada manusia, termasuk kepada mereka yang mengaku keturunan Nabi adalah bentuk perbudakan spiritual.
“Bagiku, gelar-gelar sayid, syarifah, wali, habib, dan 1001 gelar lain yang mengaku keturunan nabi, atau keturunan raja, hulubalang, atau keturunan bajak laut dan perompak lanun yang kemudian ditakdirkan menjadi raja, sultan, amir, dan dianggap suci oleh sebagian orang akan runtuh berkeping-keping berhadapan dengan penegasan ayat Al-Qur’an,” tulisnya dalam Memoar Seorang Anak Kampung (2013). Surat Al-Hujurat ayat 13 mengubah pandangan masyarakat jahiliyah yang mengagungkan kemuliaan (karim) karena keturunan/kebangsawanan menjadi kemuliaan karena ketakwaan di hadapan Tuhan dan egaliter di hadapan manusia.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan kultus tokoh sudah tak perlu dikembangkan di tengah masyarakat egaliter.
“Memang di dalam masyarakat yang tradisional, secara sosiologis, kultus mitos masih kuat. Tapi di masyarakat yang egaliter, hal-hal seperti itu biasanya sudah dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak lagi dikembangkan,” demikian disampaikan Haedar dalam keterangan pers secara daring, Senin (23/11/2020).
Dalam konteks tauhid, kata Haedar, Muhammadiyah mengajarkan orang untuk tidak membuat simbolisasi yang bisa menjadi terjebak kepada syirik. Kemudian, di satu pihak juga umat Islam harus menghormati Nabi, karena bahkan Tuhan mengajarkan umat Islam berselawat hanya kepada Nabi, tidak kepada yang lain.
“Jadi simbolisasi yang membuat kita bertentangan dengan nilai-nilai agama ya memang tidak dibenarkan oleh Islam. Nah yang kedua di dalam kehidupan kira itu sekarang ini poinnya adalah para tokoh agama, dari seluruh agama itu sedang ada dalam gerakan menampilkan keberagaman yang lurus dan menampilkan teladan,” katanya.