Pendiri CSIS: Koalisi Keberlanjutan Pemerintah tak Inginkan Tiga Paslon di Pilpres 2024

Koalisi keberlangsungan program pemerintah tidak menginginkan tiga pasangan calon (paslon) di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

“Kelompok yang mau menang sekarang ini tidak menginginkan 3 paslon. Kelompok itu koalisi keberlanjutan,” kata pendiri CSIS Jusuf Wanandi dalam wawancara Kompas TV, Kamis (25/5/2023).

Kata Jusuf, tiga paslon sangat beresiko, paslon yang didukung koalisi keberlanjutan pemerintah kalah seperti saat Pilkada DKI Jakarta.

“Tiga paslon memberikan kesempatan 2-1, siapa yang menjadi nomor dua itu berbeda, terlalu banyak resiko, keluarnya bisa berbeda. Seperti Pilkada DKI,” paparnya.

Jusuf mengatakan, Presiden Jokowi merupakan king maker di Pilpres 2024. “Jokowi itu king maker,” jelasnya.

Selain itu, Jusuf mengakui PDI-P merupakan partai yang besar, bahkan di Pilpres 2024 partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputiri ini bisa mencalonkan sendiri pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu membentuk koalisi.

Namun masyarakat sudah mulai merasakan adanya sikap yang berlebihan dari partai kepala banteng moncong putih tersebut. Hal tersebut nantinya bisa merugikan PDI-P bukan hanya di Pemilu 2024, tetapi di pemilu selanjutnya.

“Pemilu itu yang bisa merubah. Jangan berlebihan seolah seluruh negeri hanya bergantung pada PDI-P. Ini sudah mulai dirasakan banyak orang ini kok PDI-P ini mau apa, seakan-akan kita ini semua tergantung kepada PDI-P. Itu tidak benar, maka itu perlu jaga bagaimana pun juga,” ujar Jusuf.

Lebih lanjut Jusuf mengakui bahwa dirinya pendukung Megawati Soekarnopuri. Ia juga mengapresiasi keputusan Megawati memilih Ganjar Pranowo sebagai bakal Capres dari PDI-P.

Menurutnya, langkah Megawati tersebut menegaskan putri Presiden Presiden pertama RI Soekarno itu adalah seorang pemimpin yang realistis.

Megawati mengesampingkan keinginan pribadinya untuk menjadikan Puan Maharani menjadi seorang pemimpin negara dan memilih sosok yang lain.

Saat Pilpres 2004, Jusuf ikut mendukung Megawati saat mencalonkan diri sebagai presiden. Bahkan dukungan kepada Megawati membuat hubungan dirinya dengan sang adik, Sofjan Wanandi mengalami masa “perang dingin”, sempat tidak berkomunikasi selama tiga bulan.

Kala itu Sofjan memilih untuk mendukung pasangan capres-cawapres Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

“Perang dingin” Jusuf dengan Sofjan berakhir di meja makan yang didamaikan oleh ibunda tercinta, almarhum Katerina Setiadi.

“Megawati ini pemimpin, jangan lupa ini anaknya Soekarno. Jadi dengan demikian harus diakui Megawati itu bernyali dan dia tahu apa yang harus dilakukan, apalagi kalau menyangkut perlawanan, jadi harus kita hormati dia itu,” pungkas Jusuf.

 

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News