Pimpinan partai politik yang tersandera kasus korupsi dipakai Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk posisi tawar masuk dalam koalisi mendukung capres dukungan penguasa.
“Ada tahanan luar KPK, beberapa pimpinan partai yang tersandera dugaan kasus korupsi dan digunakan presiden untuk meningkatkan daya tawarnya, itu menjadi bargaining power untuk melakukan positioning koalisi dan siapa yang jadi paslon capres dan cawapres,” kata Eks Wamenkumham Denny Indrayana, Selasa (9/5/2023).
Kata Denny, pimpinan parpol yang tidak sejalan diintervensi. Ia menuturkan, ada satu pergantian ketua umum partai politik yang tidak melalui proses sesuai ad art dan setelah dikonfirmasi terkait pula Anies Baswedan.
“Ada satu partai yang saya tanya kepada kader utamanya kenapa pimpinan diganti, jawabannya cukup mengagetkan, pertama ada persoalan domestik yang kedua karena empat kali ketahuan bertemu Anies Baswedan,” ujar Denny.
Denny menambahkan, Presiden Jokowi yang berulang kali menyatakan kalau capres urusan ketum, bukan urusannya, malah menginisiasi koalisi besar.
“Presiden Jokowi ke luar dari rambu konstitusi untuk menjadi wasit yang netral dalam pemilu. Dalam pemilu, pejabat negara, apapun posisinya, presiden, gubernur, bupati, wali kota, semua harusnya dalam posisi yang netral,” ujar Denny.
Presiden Jokowi membantah dirinya ikut campur dalam persiapan pemilu 2024 saat mengundang enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa (2/5/2023) malam. Menurut dia, pertemuan itu hanya dilakukan untuk berdiskusi saja.
“Cawe-cawe. Bukan cawe-cawe. Wong itu diskusi saja kok (disebut) cawe-cawe. Diskusi,” kata Jokowi memberikan tanggapannya sambil tertawa, di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).