Ada ratusan tahanan di Rutan Salemba yang mau bebas diminta uang oleh oknum petugas yang nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
“Sudah bukan rahasia di Rutan Salemba ini untuk bisa memproses kepulangan terutama sekali program asimilasi dipersulit. Ada besaran yang harus di setor,” kata mantan penghuni Rutan Salemba bernama SM namun kita panggil saja dengan Tulang, kepada redaksi www.suaranasional.com di kediamannya Batu Ceper Tangerang, Ahad (30/4/2023).
Tulang mengakui, Kepala Rutan Salemba punya komitmen sangat baik dengan mempermudah para tahanan untuk mendapatkan pembebasan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Seperti misalnya tadinya Minta formulir saja dipersulit sekarang sudah bisa mendapatkan formulir PB maupun Asimilasi lewat WA. yang nanti dikirim format PDFnya.
“Masalahnya ada di jajaran teknis yang mengurusi langsung pemulangan tahanan Rutan Salemba,” ungkapnya pria bermarga Batak yang biasa dipanggil Pak Ustadz ini.
Tulang meminta Kepala Rutan Salemba harus sering mendengar aspirasi para warga binaan. “Proses yang transparan dan terbuka harusnya bisa diterapkan,” jelasnya.
Mantan warga binaan kasus peretasan alias ITE Ferry Harja mengatakan, Sistem Data Pemasyarakatan atau SDP ini sudah cukup baik dan integratif.
“Sistem dibuat untuk manusia. Agar mempercepat atau mampu menginterkoneksi satu sistem dengan kebijakan sehingga hasilnya mampu mengakselerasikan. kinerja. intinya mempermudah dan membuat simple.
Soal memperlambat input kedalam sistem ini kan soal manusianya lagi. memang patut diduga bisa juga motif utamanya adalah agar menjadi celah dan mendapat manfaat dari warga,” paparnya.
Penghuni Rutan Salemba YNK kasus beras diminta setoran Rp 15 sampai Rp 20 juta ketika akan bebas. Begitupun SPK nya berinisal KD
YNK pernah juga komplain dan meminta balik uang setoran ke oknum petugas Rutan Salemba. Tapi urung sebab setelah diminta dikembalikan justru prosesnya jadi dipercepat. Saat ini YNK sudah berada di rumah menghirup udara bebas.
Redaksi suaranasional mendapatkan informasi tentang prosedur penyetoran uang kepada petugas bila harus cash atau uang tunai biasanya warga binaan meminta keluarga datang membawa uang tunai. selanjutnya uang tunai tersebut di deliver kepada Tamping dari petugas yang bersangkutan sehingga seolah tidak serta merta ada bukti si pejabat menerima langsung melainkan lewat perantara antara Warga Binaan dan Tamping.
Disamping itu juga para pejabat ini menjaring melalui calo. Jadi ada warga binaan juga yang memang karena kedekatan tertentu ikut menjaring para warga binaan yang ingin mengurus. motifnya tentu saja selain kedekatan ada persentase tertentu. Seperti misalnya AG. pria berkulit putih ini salah satu “Kliennya” adalah L. Anak muda yang kena kasus judi online yang menerima vonis 6 bulan namun karena lobi AG ini dan uang antara Rp25 juta hingga Rp30 juta. L bisa pulang sebulan sebelum waktunya sehingga bisa natalan bersama keluarga di rumah. Redaksi suaranasional masih mengkaji apakah Diskresi macam ini sesuai dengan ketentuan dan aturan perundangan sebab seharusnya vonis 6 bulan ini tidak ada remisi atau pengurangan.
Yang cukup mengejutkan, redaksi suaranasional mendapatkan berbagai istilah untuk mendapatkan tiket bebas dengan berbagai tarif di antaranya istilah Jalan Tol Plus. “Istilah ini penjamin fiktif. terima beres (biasanya minimal Rp25 juta sampai Rp50 juta) tergantung kasus bahkan bisa ratusan kalau napi super kaya,” ungkapnya.
Kedua, istilah Jalan Tol Hemat. penjamin keluarga sendri biasanya Rp 10 juta sampai Rp 20 juta. tapi uniknya sekalipun bernama Jalan Tol pada kenyataannya tetap macet dan prosesnya tetap diperlambat. “Biasanya masih diperlambat agar nambah dan nambah begitu modusnya,” papar salah satu informan redaksi suaranasional.
Namun redaksi suaranasional juga mendapatkan fakta baru bahwa angkanya bisa menembus Rp55 juta hingga Rp60 juta perorang bahkan mendapatkan data seperti CH, HB, HU PM, WB, YN, DB, dan banyak lagi yang sudah menyetorkan lebih dari Rp50 juta tetap juga diperlambat bahkan belum juga bisa pulang.
Redaksi suaranasional sedang berusaha langsung mengkontak sumber-sumber tersebut melalui informan kami lainnya.
Sejak tayang laporan suaranasional yang pertama rupanya mendapatkan tanggapan beragam bahan informasi ada kepanikan di jajaran teknis juga kami dapat monitor.
Beragam reaksi kami dapatkan dan yang unik pihak Rutan kini berusaha membantah dengan membuat video testimoni kepada para mantan saksi atau mantan warga binaan seolah dalam keadaan terpaksa bahwa didalam Rutan tidak ada pemaksaan dan setoran atau membayar jumlah tertentu untuk proses pengurusan.
Untuk keluarga mantan ataupun keluarga warga binaan yang mendapatkan tekanan atau intimidasi atau ingin melaporkan kondisi yang sesungguhnya harusnys ada nomor telepon posko pengaduan.
Berdasarkan informasi suaranasional dari penghuni Rutan Salemba yang sudah bebas pada April ini tentang adanya kesan diulur waktu untuk keluar dari hotel prodeo.
“Sebab kelengahannya adalah mengecek hanya secara lisan kepada petugas dan bukan minta dibukakan SDP. Meski kadang kala diperlihatan oleh petugasnya progres melalui handphone chat wa petugas hanya saja waktunya tidak sempat bisa membaca. Sehingga seolah hanya formalitas ditunjukan tapi tidak sama sekali bisa terbaca utuh,” paparnya.
Pihak redaksi suaranasional sedang mendalami informasi adanya warga binaan Rutan Salemba yang dipersulit untuk bebas dan harus menyetor sejumlah uang ke oknum petugas.
“Informan kami yang lain sedang menelusuri warga binaan lain yang merasa dirugikan akibat pengurusan yang diperlambat,” jelasnya.
Menyikapi persoalan ini, kandidat Doktor Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw) Sunggul Manurung mengatakan, fenomena yang terjadi di Rutan Salemba ini menarik untuk dicermati.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa di penjara itu ada permainan terutama soal registrasi administrasi pendataan warga Pemasyarakatan ini atau SDP.
“Memang sistem yang dibuat sudah demikian baik. Bahkan saya dengar cukup integratif kita harus berikan credit title ini pada Menterinya Pak Yasonna,” paparnya.
Hanya saja sistem yang baik, kata Sunggul juga harus diikutkan dengan SOP yang lebih rigit lagi misalnya mulai dari waktu pengambilan formulir dan pengembaliannya harus ada tanda terima. kalau diandaikan yah seperti kita kirim paket ada resi yang kita terima. dan juga Sistem juga harus bisa di akses sudah sampai mana progresnya.
“Dari situ bisa diketahui kapan formulir dan berkas itu masuk kemudian waktu input bisa dilacak berapa hari setelah serah terima tadi. Harus ada batasannya sehingga unit pelaksana teknis yang bertugas juga tidak boleh terlalu lama inputnya. dan harus ada juga sanksi kepada pegawai yang melakukan kelalaian/penelantaran atau sengaja memperlambat. Tidak boleh tidak. Harus ada sebab mereka kan dibayar oleh negara, diberikan fasilitas untuk bekerja, kalau lupa itu manusiawi tapi kita juga melihat sangat kental unsur kesengajaan memperlambat Ini,” jelasnya. Sebab bukan hanya satu atau dua yang memberikan kesaksian melainkan ratusan orang merasakan hal yang sama.
“Sebab banyak aduan ditemukannya banyak penelantaran atau kalau boleh ditambahkan penguluran atau memperlambat secara teknis ini kan tentu merugikan hak warga binaan dan tentu merugikan negara karena negara akan terus membiayai warga binaan yang jadi beban negara.”
Dirjen Pemasyarakatan Reinhard Silitonga harus mau membuka diri agar masuknya peran firma hukum untuk membantu masyarakat yang memerlukan jasa layanan Pembebasan Bersyarat ataupun Asimilasi. karena masuknya peran stakeholder lainnya akan justru merapikan tata kelola dan sistem administrasi sehingga senantiasa dipantau oleh masyarakat.
“Tidak seperti sekarang ini bahkan saya sempat juga jadi tempat curhat kawan karib saya mengalami kendala pengurusan yang tetek bengeknya seperti di ulur-ulur bahkan diperlama padahal yang bersangkutan juga bukan jalur gratis istilahnya ada setoran juga. sudah setor bukan diurus malah diulur. ini kan seperti saya bilang tidak jelas mending diswastakan saja sekalian,” paparnya.
Saat ini redaksi kami memdapatkan bukti-bukti transfer dari warga binaan yang mengaku pada kami keluarganya menyetorkan sejumlah uang. Dan kami sedang memeriksa Rekening-rekening yang biasanya pakai untuk menyetorkan sejumlah dana ke pejabat terkait regiatrasi ini ke PPATK kami mengharapkan segera mendapatkan hasilnya agar bisa diketahui lebih lanjut transaksi lanjutan dan mutasi dari rekening-rekening tadi bisa jadi hasilnya ada yang mengarah ke pejabat-pejabat terkait dengan registrasi ini.
“Setelah itu hasilnya bisa diserahkan ke KPK kalau ada unsur gratifikasi atau kepolisian kalau ternyata unsurnya pemaksaan dan pemerasan,” paparnya.
Sunggul juga mengusulkan di dalam penjara itu harus dicegah agar tidak ada gratifikasi maka pertama, rekening- rekening di dalam harus terdaftar sehingga mudah melacaknya atau semacam ada kantor pos seperti itulah jadi warga binaan bisa tetap terlayani dan penyelewengan bisa dikendalikan atau
“Kedua, para pengunjung atau keluarga warga binaan dibatasi membawa uang cash maksimal misalnya 1 juta tidak boleh lebih sehingga menutup pintu gratifikasi karena memang biasanya agar tidak terdeteksi transaksi antar rekening gratifikasi dilakukan secara manual atau cash,” tutur Sunggul yang juga mantan Aktivis UI 98 ini.