Arogansi Komisaris PT Angkasa Pura

Oleh: Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Mungkin ini hanya terjadi di Indonesia : ada pegawai (imigrasi) gara-gara memuliakan seorang ulama (Habib Bahar bin Smith) lalu pegawai itu dipecat langsung oleh atasannya tanpa hak bela diri!

Usut punya usut, atasan ketiga pegawai Angkasa Pura itu adalah Fikisatari, seorang Jokower yang fanatik.. Tindakan Fiki ini sangat dungu, arogan dan zhalim karena tidak menggunakan prosedur yang normal. Ada desas-desus Fiki ini disuruh Si Denny Siregar, seorang buzzer rp yang terjangkiti penyakit islamopobia. Fiki tidak berfikir panjang bagaimana kalau kejadian itu menimpa dirinya atau anaknya. Sebegitu busukkah hati para buzzer di negeri ini ? Bukankah untuk menjadi seorang pegawai sudah melalui berbagai tahapan seleksi, dan baik buruknya seseorang didasarkan pada kinerja, kedisiplinan, dan loyalitas yang masuk akal bukan loyalitas yang membabi buta ?

Sepertinya bagi para buzzer dan Jokower, kriteria kecakapan, kompetensi, dan kedisplinan tidak dipentingkan, yang penting fanatisme buta.

Itu sebabnya lembaga seperti BUMN terus dirundung banyak masalah dan tidak ada kemajuan, tidak ada perubahan, bahkan selalu merugi dan menambah hutang, tetapi pimpinannya, yaitu Erick Thohir tetap dipertahankan? Demikian juga Pertamina yang telah berkali-kali kilangnya atau deponya mengalami kebakaran, terakhir kebakaran di Dumai tapi Ahok tetap dipertahankan?, Padahal Ahok tidak membawa kemajuan, bahkan Pertamina terus mengalami kerugian. Seandainya kejadian kebakaran terjadi di Jepang, baru sekali kebakaran saja pimpinannya pasti sudah mengundurkan diri. Tapi ini sudah terjadi kebakaran sampai 8 kali, Ahok tidak merasa malu dan bersalah. Atau jangan-jangan Ahok punya misi terselubung terhadap Pertamina?.

Parah. Ternyata di tingkat pemimpin tertinggi pun tidak ada etika dan moralitas yang dijunjung tinggi. Negara ini sudah hampir runtuh, tidak ada pejabat yang mau mundur, mulai dari presidennya, menteri-menterinya, maupun para pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara.

Ini disebabkan tidak ada seleksi dalam memilih pemimpin.

Sebenarnya syarat untuk menjadi seorang pemimpin itu sangat berat, apalagi menjadi pemimpin sebuah negara besar, harus betul-betul memiliki akhlak, etika, moralitas, sifat, kecakapan, kompetensi, dan wibawa yang sempurna . Empat sifat harus ada pada seorang pemimpin: shiddiq (jujur), amanah (bisa dipercaya), tabligh (memahami dan mengakomodasi yang dipimpin), dan fathonah (cerdas dan inovatif).

Kecakapan yang harus dimiliki : cakap dalam manajerial, cakap dalam berkomunikasi, dan cakap dalam mengatasi masalah. Kompetensi yang harus dimiliki yang kompeten dalam bidang yang dihadapinya tanpa harus mengandalkan orang lain.

Sayang, selama periode Jokowi syarat-syarat seorang pemimpin tidak berlaku, yang penting bisa menjilat atasan maka sudah aman. Tak heran para pimpinan di berbagai lembaga yang jelas-jelas tidak kompeten tetap dipertahankan. Selain Fikisatari, Ahok, Erick Thohir, termasuk Jokowi sendiri adalah para pemimpin atau pimpinan yang tidak qualified. (memenuhi syarat)

Mau di ke manakan negara ini dengan kualitas pemimpin yang seperti itu ? Semoga segera terjadi perubahan yang radikal sehingga bisa membangkitkan Indonesia yang makin terpuruk.

Bandung, 12 Ramadhan 1444

Simak berita dan artikel lainnya di Google News