Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Setelah gagal rekayasa skenario memperpanjang masa jabatannya dan juga gagal untuk menunda Pemilu, ahirnya Jokowi masuk ikut ribut soal penentuan Capres 2024.
Terlibat langsung ikut menentukan capres ternyata tidak berjalan mulus. Keruwetan kembali membelit dirinya, ketika pilihan Capres nya Ganjar Pranowo dicegat PDIP, bahkan Megawati tersinggung akibat ulah Jokowi.
Pengamat politik mengatakan bahwa siapapun capres pilihan Jokowi akan menjadi cammon enemy rakyat.
Manuver zigzag politik Jokowi coba bergeser mengendorse Prabowo Subianto, tampak kecegat oleh partai koalisi binaannya yang memalingkan muka tidak bisa mengikuti jalan pikiran Politik Jokowi.
Bahkan beberapa parpol sudah mencium gelagat politik Jokowi adalah hanya kepentingan mencari aman paska lengser dari jabatannya. Bertolak belakang dengan arah politik partai yang harus menjaga perolehan suara pada Pemilu dan membangun kembali mendapatkan kekuasaan kedepan.
Jokowi tidak lebih akan menjadi cerita masa lalu, dengan segala resikonya. Sebagian pimpinan parpol mulai ambil jarak pasang kuda kuda jangan sampai terseret resiko hukumnya, yang selama ini bagi bagi kehidupan dalam satu kolam.
Konflik kepentingan mulai terjadi di internal tubuh kabinetnya dengan koalisi gemuknya. Berpotensi bukan hanya retak tetapi akan bubar dengan sendirinya.
Mahfud MD yang mengawali membongkar “SMI Gate” skandal pencucian uang dan korupsi di Kemenkeu nampaknya lebih mendengar suara Megawati sebagai Ketum PDIP dari pada mendengar saran dan kemauan Presiden kasusnya agar dihentikan atau dicarikan kompromi untuk dilupakan.
Situasinya sudah berada di momen yang kritis atau sedang masuk pada situasi critical moment, bersamaan ketika kekuatan Taipan Oligarki sedang mengantisipasi dan merancang kekuatan baru dengan kekuasaan yang akan datang. Tidak ada lagi peran Jokowi setelah strategi memperpanjang masa jabatannya gagal.
Konon para Taipan Oligarki saat ini terbelah, sekalipun apapun ceritanya mereka tetap dalam satu kekuatan dan bertekad harus tetap sebagai pemenang dan mengendalikan kekuasaan.
Ketika Taipan melepaskan Jokowi saat bersamaan semua rekayasa politik Jokowi akan sia sia. Lebih tragis kekuasaan Jokowi menjadi sangat rentan dan bisa ambruk setiap saat.
Kabinetnya mulai retak, berjalan sendiri sendiri untuk menyelamatkan masing-masing, ketika berbagai macam skandal mulai bermunculan. Kasus korupsi mulai mencuat / muncul di semua departemen melibatkan elit pejabat negara, hampir di semua lini.
Mengetahui skandal yang ada di pemerintahan makin memburuk, rakyat mulai menyadari betapa rusaknya rezim ini maka akan bangkit melawan kekuasaan meminta Presiden segera turun secepatnya.
Para analis politik mencium keadaan bahaya resiko paska lengser bagi Jokowi sangat besar, dan tidak akan ada kekuatan politik yang akan melindunginya.
Jokowi akan sampai pada titik nadirnya menyerah dan kompromi mundur lebih cepat dr jabatannya sebagai presiden jangan sampai dipaksa mundur oleh rakyatnya.
Jangan memaksakan diri ikut terlibat merekayasa capres untuk melindungi dirinya. Karena salah dan meleset skenarionya justru akan menjadi antitesis lawan penguasa yang akan datang. Resiko politiknya makin besar, berat dan berbahaya bagi dirinya.****