Irjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Awan Nurmawan Nuh diduga menerima guyuran cuan atas pernyataannya sulit menemukan bukti pelanggaran Rafael Alun Trisambodo.
“Ada dugaan Irjen Kemenkeu menerima kucuran dengan pernyataan sulit menemukan bukti pelanggaran Rafael. Padahal untuk menemukan bukti pelanggaran dengan pembuktian terbalik kekayaan Rafael,” kata aktivis politik Rahman Simatupang kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (28/3/2023).
Menurut Rahman, pernyataan Irjen Kemenkeu tersebut menjadi indikasi lembaga negara ini sudah menjadi sarang mafia. “Kemenkeu harus direformasi total,” jelas Rahman.
Kata Rahman, Kemenkeu menjadi ‘lahan basah’ para pegawainya untuk memperkaya diri. “Sudah menjadi rahasia umum lagi terutama Bea Cukai dan Pajak merupakan lahan basah,” ungkap Rahman.
Kemenkeu berdalih tidak menemukan indikasi pelanggaran Rafael Alun Trisambodo (RAT) meski yang bersangkutan sudah masuk profil pejabat dengan risiko merah alias high risk sejak 2020.
“RAT di kita itu merah, dia termasuk pegawai high risk. Merah itu sejak 2020, RAT dipindah dari Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi Kabag Umum (Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II),” kata Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (27/3).
“RAT ini sudah ada informasi-informasi, cuma memang pada saat itu sampai kemarin kita belum dapat suatu bukti yang kuat terkait pelanggarannya,” imbuhnya.
Awan mengatakan kasus penganiayaan yang dilakukan anak RAT bernama Mario Dandy Satrio kepada putra petinggi GP Ansor, David, hingga aksi pamer Rubicon pada tahun ini baru menjadi trigger alias pemicu.
Ketika perhatian netizen tertuju pada kasus penganiayaan anak RAT, muncul dugaan-dugaan terkait harta tak wajar eks pejabat pajak tersebut. Awan mengaku dari situ pihaknya mulai bergerak dan melakukan penindakan.
“Memang harus kita akui kejadian pemukulan, Rubicon ini men-trigger. Oleh sebab itu, dari trigger itu kita melakukan tindakan ke RAT, periksa, bahkan kita bentuk 3 tim karena sudah menjadi perhatian publik,” tegas Awan.
Namun, Komisi XI DPR RI mencecar Awan terkait penjelasan tersebut. DPR keheranan mengapa Rafael masih bisa lolos meski sudah diintai Itjen Kemenkeu sejak 2020.
Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP Andreas Eddy Susetyo hingga Wakil Ketua Komisi XI Dolfie OFP. Andreas menyebut ada kejanggalan dalam mutasi RAT tersebut.
“Sejak 2020 ketika (RAT) dipindahkan dari PMA ke Kabag Umum, itu kan sesuatu yang sebetulnya sudah jelas. Kenapa kok dimutasi? Itu tindak lanjut berikutnya,” tutur Andreas.
Sementara itu, Dolfie menegaskan bahwa dari penjelasan Awan tersebut menegaskan bahwa sistem Kemenkeu tidak berjalan. Ia mengatakan harus ada evaluasi.
“Dari penjelasan itu kita sudah tahu sistem yang dibangun tidak dapat mendeteksi, diakui bahkan sejak 2020 alarm merah tidak ditemukan bukti. Apapun alasanya sistem yang sudah dibangun tidak dapat mendeteksi,” tegas Dolfie.