Ada kekhawatiran kader PKI meminta perubahan sejarah setelah Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) mengakui adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat peristiwa 1965.
“Nanti PKI akan minta seluruh sejarah diubah. Minta dirikan monumen sebagai bukti kekerasan. Akan banyak ilmuwan telepon koin (pencari keuntungan) dibayar untuk memulihkan nama baik komunis,” kata Dosen Ilmu Politik SKSG UI Mulyadi dalam diskusi publik dengan tema “Keputusan Presiden No. 22 tahun 2022: Menyelesaikan atau Menambah Masalah,” Kamis (19/01/2023) di Jakarta.
Mulyadi menegaskan bahwa setelah Kepres, Jokowi akan mengeluarkan Inpres khusus untuk menindaklanjuti 12 pelanggaran HAM. Presiden akan ke Lampung dan Aceh juga mengumpulkan korban di luar negeri. Jokowi akan membentuk Satgassus untuk penyelesaian Kepres ini.
“Kejaksaan akan koordinasi dengan Komnasham. Di sini akan terjadi salah tafsir. Nanti semua akan mengaku sebagai korban, ibarat borok ditusuk jarum,” tegasnya.
Mulyadi mengetahui peristiwa 1965 bukan pelanggaran HAM, tapi konflik politik horizontal yang harus diselesaikan dengan mekanisme damai.
Semua konflik di Indonesia adalah konflik politik horisontal. Syarat konflik politik ada tiga yakni, ada dua kelompok yang berkonfrontasi, ada kebijakan politik yang merugikan, dan harus ada mediator.
Dalam kasus 1965, lanjut Mulyadi pemerintah tidak bisa menjadi mediator karena dia yang mengeluarkan kebijakan.
Yang perlu kita lakukan sekarang kata Mulyadi adalah bahwa bangsa ini harus bisa memperbaiki politik pangan, politik maritim, politik papan.
“Kita harus desain ke arah sana, bukan menjadi korban kapitalisme dan komunisme,” paparnya.