Lembaga survei Citra Network Nasional (CNN) tidak kredibel dengan merilis temuannya yang menempatkan pasangan Airlangga Hartarto-Muldoko (30,2%) posisi teratas.
“Lembaga survei seperti itu sudah abai terhadap etika ilmiah yang mengedepankan objektifitas. Mereka ini tak layak menjadi peneliti, karena dapat memanipulasi data sesuai kehendak pemesan,” kata pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (8/1/2023).
Kata Jamiluddin, elektabilitas Airlangga dan Moeldoko bahkan masih jauh di bawah AHY. Level elektabilitas Airlangga dan Moeldoko masih setara Puan Maharani.
Menurut Jamiluddin, hasil survei CNN yang menempaatkan Airlangga-Moeldoko tertas layak diragukan disebabkan dua hal. Pertama, kesalahan metodologi, khususnya dalam menetapkan sampel dan alat ukur (instrument) yang digunakan. Kesalahan dua hal ini akan menyebabkan hasil penelitian menjadi invalid.
“Dua, kesalahan dari peneliti. Kesalahan ini bisa disengaja dan tidak disengaja. Kalau kesalahan tidak disengaja tentu dapat dimaafkan. Sebab, bisa saja keterbatasan pengetahuan si peneliti tentang metode survei,” paparnya.
Namun bila disengaja, maka jelas ada upaya manipulasi data untuk mengerek elektabilitas seseorang. Lembaga survei seperti ini jelas memanfaatkan hasil riset untuk membentuk dan menggiring pendapat umum.
“Karena datanya invalid, maka pendapat umum yang dibentuk tentulah menyesatkan. Pendapat umum seperti ini disebut pendapat umum palsu,” jelasnya.
Kata Jamiluddin, lembaga survei seperti CNN sudah abai terhadap etika ilmiah yang mengedepankan objektifitas. Mereka ini tak layak menjadi peneliti, karena dapat memanipulasi data sesuai kehendak pemesan.
Jadi, sudah saatnya dilakukan penertiban terhadap lembaga survei. Jangan sampai mereka berlindung di lembaga survei, tapi sebenarnya mereka melaksanakan peran tim sukses pemenangan kandidat atau partai tertentu.
“Orang-orang berkedok seperti itu harus sudah diakhiri. Mereka sudah merusak tatanan demokrasi dengan berkedok hasil survei,” pungkas Jamiluddin.