Joko Widodo (Jokowi) sebaiknya lengser keprabon dan mengembalikan presiden sebagai mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang menjalankan GBHN sebagai amanah rakyat.
“Sebaiknya dia meniru Habibie. Lengser keprabon gracefully. MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara, dan presiden adalah mandataris MPR yang menjalankan GBHN sebagai amanah rakyat, bukan petugas partai apalagi boneka oligarki,” kata Prof Daniel Mohammad Rosyid dalam artikel berjudul “Jawabnya Ada di Sini: UUD 45”
Kata Daniel, membiarkan bangsa terbelah, ketimpangan makin parah, mereka minta agar warganya tetap bersatu. Untuk kekuasaan, dan ketenaran istimewa yang mereka peroleh, mereka bilang tidak pernah mengundang keduanya. Padahal itulah yang mereka inginkan.
“Pemilu makin jadi ilusi, bukan solusi yang mereka janjikan. Yang publik dapatkan hanya kepiluan panjang saat politik dimonopoli para bandit, dan badut yang disokong para bandar politik,” jelasnya.
Jawabannya sesungguhnya sepanjang waktu tetap ada di sini : UUD45 dasar negara musyawarah yang disusun Bung Karno dan Bung Hatta serta para pendiri negeri ini. “UUD 45 memang bukan kitab suci tapi kesepakatan agung yang seharusnya dihormati, bukan dikhianati,” ungkap Daniel.
Ketika kaum liberal sekuler radikal mencoba menjelaskan bahwa mereka masih mencintai negeri ini setelah kerusakan yang diam-diam dan terang-terangan mereka lakukan selama 20 tahun terakhir ini. Sulit untuk mempercayai mereka lagi.
Menjadikan Soeharto sebagai hantu demokrasi, kata Daniel, mereka mengubah konstitusi sambil berteriak NKRI harga mati. Negeri musyawarah tidak bisa dipertahankan lagi.
“Mereka melihat ke luar jendela, menghindari hikmah kebijaksanaan, memilih kebebasan, seperti anak kecil berlarian mencoba segala sesuatu yang baru : baju demokrasi liberal, dan sepatu ekonomi kapitalistik. Mereka gulingkan MPR dan gusur ekonomi kekeluargaan. Mereka serahkan kepemimpinan nasional pada petugas partai atau boneka oligarki,” pungkasnya.