Pengamat Sosial: DPR dan Pemerintah Kejamnya Melebihi Belanda

Kekejaman pemerintah dan DPR melebihi Belanda terlihat 70 persen penerimaan negara berasal dari pajak.

“Melihat besaran pajak sebesar 70% dari total penerimaan negara, berarti pemerintah bersama DPR kejamnya melebihi penjajah Belanda,” kata pengamat sosial Memet Hakim kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (23/12/2022).

Negeri Belanda selama 350 tahun hidupnya ditopang oleh VOC dari perdagangan rempah-rempah & hasil perkebunan. Sekarang Indonesia punya selain perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, minyak, gas dan tambang yang bukan main besarnya. “Entah apa yang terjadi dengan pemerintah dan DPR yang selalu menghitung APBN ini. Seolah SDA itu tidak dianggap penting,” paparnya.

Kata Memet pendapatan negara cuma 2.463.024,9 T, mau belanja sebesar 3.061.176,3 T. Lebih besar pasak dari pada tiang. Besaran bayar utang sebesar 696.317,6 T sebesar 28 % dari pendapatan negara, ini besar sekali, tidak wajar. Artinya secara riil uang yang bisa dibelanjakan cuma 72 % dari pendapatan negara.

BUMN yang diandalkan untuk setor cuma Bank dan Telkom. Bidang lainnya tidak dilirik. Bayangkan perbankan itu perusahaan jasa yang dianggap riba, malah dijadikan andalan. Ini jelas tidak benar. Seluruh perusahaan jasa seperti Bank, listrik, Kereta Api, dll tidak layak ambil untung besar. Ke depan bunga pinjaman termasuk jasa keuangan, listrik, angkutan umum harus diturunkan.

“Yang harus digenjot adalah produksi dan pendapatan Minyak, Gas, Batubara, Nikel, Emas dan hasil perkebunan, Kehutanan, Perikanan, dll. Minyak bumi misalnya dari asumsi 666.000 barrel, menurut ahlinya bisa ditingkatkan ke level 1.000 barrel/hari. Tambang batubara, nikel, alumunium, logam mulia dll,” ungkapnya.

Production Sharing contract yang biasa dilakukan oleh SKK Migas, dapat dicontoh untuk diterapkan pada perusahaan asing diberbagai bidang yang menggunakan SDA. Sektor ini diprediksi bisa menghasilkan ribuan triliun.

“Pendapatan lainnya seperti pajak orang asing termasuk Pph, Visa, fiskal, Bea Masuk harus didongkrak. Konon kabarnya TKA China yang jumlahnya sudah diatas 30 jutaan kalo pajak penghasilannya x 1 juta saja = 30 Tx12 = 360 T, belum dari visa, fiskal dll,” ungkapnya.

Semua upaya non pajak tersebut di atas dapat mendukung penerimaan negara, selanjutnya tentu bisa mengurangi dan membebaskan pajak Bumi dan Bangunan misalnya.

Sekedar perbandingan GDP atau PDB merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. GDP per capita di Indonesia tahun 2021 adalah US$ 4.700/tahun dan di Singapura $ 61.000. Pendapatan bulanan 2022 di Singapura adalah 4,146 USD, sedang di Indonesia cuma 270 USD. Jika pendapatan bulanan seperti di Singapura wajar saja pajaknya besar, lha di Indonesia cuma 170 USD. Masih mau diperas lagi ? Rasanya kejam sekali.

“Sudah saatnya Menkeu dan jajaran serta DPR bepikir ulang tentang struktur Penerimaan dan Belanja Negara ini, jangan sampai lebih kejam dari penjajah Belanda,” paparnya.

Dari segi pemerataan belanja 814.718,5 T dikirim ke daerah, sisanya 1.648.306,4 T dibelanjakan oleh Pemerintah Pusat. Pola ini mencerminkan tidak adanya kepercayaan pemerintah pusat pada pemerintah daerah.

“Sekitar 66 % uang berputar di Jakarta yang penduduknya 11 juta dan 33 % untuk daerah yang memiliki penduduk 265 juta jiwa. Akibatnya korupsi akan bertambah subur di Jakarta,” pungkasnya.

 

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News