Negara Diatur Politisi Cebong

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Paska pengesahan RKUHP menjadi UU termonitor P. Nasdem abstain dua partai menolak PKS dan P. Demokrat. Atraksi mereka protes di sidang pleno seolah olah itu perjuangan heroik. Toh mereka sudah tahu sejak pembahasan awal sudah keok.

Dalam ranah politik tidak ada kalah terhormat. Kalah harus siap diatur dan dikendalikan oleh mereka yang bersengkongkol untuk menang.

Mereka yang menang apakah benar benar menang. Jawabnya “tidak” karena mereka tidak lebih hanya alat kekuasaan eksekutif yang celakanya juga boneka kekuatan yang lebih besar. Wajar DPR memiliki alam kosmis tersendiri, tidak ada lagi kaitan dengan fungsi wakil rakyat karena kontrak mereka sudah putus di bilik suara.

Beberapa aktifis dan rakyat meronta ronta DPR harus mendengarkan suara dan macam macam harapan. Tidak sadar keadaan sudah teralienasi, sudah tidak ada senyawa dalam fungsi dan peran DPR dengan rakyat .

Partai sudah menjadi ilusi dalam sistem politik kita terpapar sebagai barang dagangan, menjadi alat yang sangat represif karena sudah menjadi ungkapan kepentingan pribadi dan golongan yang dipaksakan kepada rakyat.

Makna kemerdekaan manusia dalam design kebangsaan kita tertutup dan digantikan demokrasi yang menjadi alat perbudakan baru dengan negara sebagai fasilitatornya.

Masyarakat yang hidup dalam hiruk pikuk panji – panji partai pun menjadi masyarakat yang teralienasi karena memalingkan wajah sendiri dari kemanusiaannya

“Indonesia itu negara persekongkolan Istana dan Senayan”. Kelakar rakyat “sesama bis kota tidak boleh saling mendahului” kalau bukan sekarang kapan lagi. Urusan rakyat jangan tanya saya.

Di negara modern, teori diilhami oleh praktik. Di negara berkembang, praktik diilhami oleh teori. Di indonesia, teori tak penting karena kuliah dan ijazah tak penting.

Kondisi yang terus memburuk semestinya kaum intelektual menjadi kekuatan moral melawan semua kebusukan. Karena Kaum intelektual memiliki sifat altruistik yang senantiasa memburu kebenaran demi kemaslahatan bersama, dan menjadi pencipta bahasa dalam menyampaikan yang benar kepada penguasa, dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan. ( Edward Said, 1996 )

Setali tiga uang, untuk apa kalau membuat susah dan kantong terus mengering jadilah “Intelektual sebagai antek penguasa yang mengabaikan, bahkan merasionalisasi, kejahatan negara” ( Antonio Gramsci – 1971 ) dengan lugasnya bohong dalam menyampaikan kebenaran. Sebagian larut dalam persengkongkolan.

Kondisi Indonesia yang terus terpuruk akibat persilangan lembaga politik ekskraktif dan penguasa serba minus (ignorant leader), tidak lepas dari peran politisi dan intelektual tukang atau politisi dan intelektual klas cebong.

Bahwa Negara Indonesia itu saat ini tidak ada atau tidak hadir, karena negara, rezim dan presiden saat ini hanya boneka kapitalis yang tidak sesuai dgn cita cita kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sebagian pemimpinnya di negara ini mayoritas dikendalikan oleh iblis, roh roh jahat tapi kebenaran sesuai ajaran Tuhan melalui ajarannya akan tetap menang. Waktu Tuhan ini indah pada waktunya.

“Mengingat kondisi hukum dan politik negeri ini sudah rusak, “Kerusakan sudah begitu akut, maka sudah tidak mungkin diatasi dengan cara cara konstitusional keadaan harus dilakukan perubahan yang radikal, ektraordinary bukan perubahan yang biasa, baik inkremental maupun cut and glue. Keadaan menantikan lahirnya people power atau Revolusi.

 

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News