Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera mundur dari jabatannya karena berbagai kebijakannya lebih berpihak kepada negara China komunis termasuk mendatangkan TKA dari negara Tirai Bambu.
“Keberpihakan Presiden Jokowi kepada China Komunis dari awal berkuasa sangat kasat mata dengan berbagai kemudahan dan keistimewaan yang diberikan kepada pemerintah Tirau Bambu dan pengusahanya. Dari persoalan ini, mendesak Presiden Jokowi untuk segera secara sukarela mundur sebagai Presiden R.I,” kata KAMI Lintas Provinsi dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (4/12/2022).
Menentukan harga hasil tambang jauh lebih rendah dari harga pasar dunia seperti harga Nikel termasuk membebaskan tenaga asing China dalam semua level, sehingga Negara Indonesia sama sekali tidak mendapatkan keuntungan dari kekayaan SDA yang berlimbah. Di satu sisi menutup kesempatan kerja bagi anak negeri sendiri meningkatkan pengangguran. TKA terutama dari China membanjir.
“Berbagai kemudahan tersebut, Perusahaan asing terutama China bisa seenaknya menguras kekayaan bangsa Indonesia tanpa dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti amanah UUD 45 pasal 33. Dalam jangka panjang generasi lanjut hanya akan apes, kekayaan sudah dikuras habis,” ungkapnya.
Kondisi ekonomi global akibat pandemi, perang berkepanjangan Rusia vs Ukraina, kegagalan pangan dunia karena musim, telah membuat krisis multi dimensi. Kondisi Indonesia kedepan benar-benar terjerembap ke titik nadir. Pemerintah Jokowi, sama sekali tidak peka. Malah yang dilakukan bukan antisipasi terhadap krisis ekonomi. Tapi membuat rakyat tercekik.
KAMI Lintas Provinsi melihat, pemiskinan rakyat dilakukan secara sistematis oleh rejim, melalui kenaikan BBM, mencabut subsidi, menaikkan pajak sehingga naiknya semua biaya hidup. Terjadi PHK di industri padat karya secara besar-besaran. Tidak peka terhadap kondisi, Presiden Jokowi malah “memaksakan” kehendak membangun IKN secepatnya dengan membebani APBN hanya untuk mengejar ambisi pribadinya untuk menyelenggarakan perayaan 17 Agustus 2024. Padahal secara jelas Jokowi mengetahui Indonesia dalam kondisi ekonomi yang kelam.
“BUMN dibebani dan “dipaksa” membangun proyek infrastruktur yang merugi. Sehingga membuat utang BUMN melonjak, akhirnya hasil pembangunannya dijual murah kepada swasta. Begitu juga kereta api cepat Jakarta-Bandung luar biasa membengkak biayanya, seharusnya menjadi beban swasta, dengan semena-mena Presiden Jokowi mengambil dari APBN, yang akan menjadi beban utang,” paparnya.
Warisan Presiden Jokowi adalah melonjaknya utang yang menjadi beban bagi pemerintah mendatang dan generasi penerus. Warisan lainya adalah budaya bohong, mobil Esemka, 11.000 Triliun di kantong ternyata sama sekali tidak ada dan banyak kebohongan lainnya.
Hanya pada masa sejak Jokowi berkuasa terjadi pembelahan rakyat yang tajam. Melalui pemeliharaan dan “pembiayaan” buzzer dan influencer menggunakan narasi pecah belah. Menyerang, menuduh, memfitnah serta memenjarakan para aktivis, ulama dan tokoh yang kritis yang berbeda pandangan dengan kekuasaan dengan label radikal, intoleransi, teroris dll. Sebaliknya para pendukung pemerintahan yang melakukan penghinaan dan penistaan bebas dari proses hukum.
“Presiden Jokowi sudah tidak punya kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan maupun mempersatukan rakyatnya, malah mengumpulkan para Buzzer dan relawannya yang semakin memperuncing timbulnya disintegrasi bangsa,” pungkasnya.