Banyaknya peristiwa buruk yang terjadi akhir-akhir ini, yang dikait-kaitkan dengan praktik agama oleh sekelompok orang, mendorong tokoh Tionghoa yang juga aktivis Buddha, Lieus Sungkharisma ikut buka suara.
Menurut pendiri Gemabudhi (Generasi Muda Buddhis Indonesia) ini, kematian empat orang warga perumahan Citra Garden Kalideres misalnya, yang dikait-kaitkan dengan ritual agama tertentu, adalah contoh atas pengaitan kejadian buruk itu dengan agama.
“Bahkan lebih parah lagi, ada yang mengaitkannya dengan ajaran Islam. Padahal yang mati itu empat warga Tionghoa, ketua RT-nya Tionghoa, tinggal di kompleks perumahan yang mayoritas penghuninya Tionghoa, tapi malah ada media yang mengait-ngaitkan peristiwa kematian akibat kelaparan itu dengan ibadah haji dalam ajaran Islam. Jelas opini seperti itu sangat tendensius dan telah membuat agama disandera dan dijadikan kambing hitam untuk suatu peristiwa buruk yang tidak kita inginkan bersama,” ujarnya.
Risau melihat fenomena framing berita yang demikian, serta pembentukan opini yang menyesatkan seperti itulah Lieus Sungkharisma meminta kepada tokoh-tokoh Islam untuk lebih serius mengimplementasikan ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad dalam kehidupan nyata.
“Bukan tanpa alasan kalau saya meminta hal ini pada tokoh-tokoh Islam. Sebab di Indonesia Islam itu adalah agama mayoritas. Jumlah umat Islam yang banyak di negeri ini pasti akan sangat berpengaruh besar terhadap pola pikir, prilaku dan tindakan warga bangsa ini, jika para pemimpin Islam secara bersama-sama dan kompak menerapkannya,” ujar Lieus.
Harus diingat, tambah Lieus, meski semua suku dan agama berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, namun umat Islam adalah yang paling significan perannya. “Karena apa? Karena pemeluk Islam adalah mayoritas di negeri ini,” ujarnya.
Oleh karena itulah, kata Lieus, permintaannya agar tokoh-tokoh Islam lebih serius mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan nyata itu bukan tanpa dasar. “Sebab ada banyak peristiwa dan kebijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri yang mayoritas Islam ini, yang saya lihat justru bertentangan dengan ajaran Islam. Dan anehnya, para tokoh agama Islam itu tak bereaksi alias diam saja atas semua ketimpangan tersebut,” ujarnya.
Lieus kemudian mencontohkan tentang adanya kepala sekolah yang justru disalahkan ketika meminta siswinya menggunakan jilbab. Atau adanya orang-orang yang meminta-minta sumbangan di jalan untuk membangun masjid atau pesantren padahal di negara yang mayoritas Islam ini ada lembaga-lembaga yang mengatur zakat, infaq dan sodaqoh seperti Baznas.
Bahkan, tambah Lieus, ada banyak tokoh agama Islam yang diam saja ketika agamanya dihinakan atau ulamanya, atas nama pasal-pasal hukum, dikriminalisasi oleh seseorang atau sekelompok orang.
“Situasi ini saya pikir sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan Islam. Saya pernah mendengar seorang ulama, dengan mengutip Al Qur’an Surah Ali Imran ayat 110, berkata bahwa; “Umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena Islam menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,” ujar Lieus.
Tapi sepengalaman Lieus, umat Islam yang terbaik dan di Indonesia banyak jumlahnya ini, masih belum bisa memberi rasa nyaman dan damai, misalnya kepada yang merasa minoritas. “Terus terang saja, sampai hari ini banyak orang Tionghoa yang beragama non muslim, masih suka was-was. Takut kalau perstiwa seperti 1998 terjadi lagi,” tutur Lieus.
Dalam hal penegakan hukum dan keadilan, kondisi yang dirasakan juga sama. Penegakan hukum dan keadilan, ujar Lieus, belum sebagaimana yang diharapkan. “Hukum masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Apa yang dialami advokat Alvin Lim adalah contohnya,” ujar Lieus lagi.
Oleh karena itulah Lieus sangat berharap para tokoh Islam, apapun mazhab dan organisasinya, mau duduk bersama dan mendiskusikan hal-hal paling mendasar dalam kehidupan berbangsa ini secara bersama-sama.
“Sebagai umat terbaik dan menjadi penegak keadilan di muka bumi karena Allah, yang berkasih sayang karena cinta pada sesama, sudah saatnya tokoh-tokoh Islam meluruskan kembali jalan bangsa ini dalam kehidupan bernegara. Bukan malah sebaliknya, hari ini kita justru melihat ajaran Islam selalu diejek dan selalu dijadikan kambing hitam,” tegas Lieus.