Menurut Edwin Soekowati Presidium Front Nasional Pancasila yang juga Ketua umum Aliansi Nasionalis Indonesia: Amandemen UUD 45 tak Lepas Kepentingan Global yaitu Washington Consensus

Dalam Acara Syukuran Sumpah Pemuda di Jakarta tanggal 29 Oktober 2022. Ada kepentingan global? Melalui Washington Concensus ada 10 program utama tapi yang terpenting program: liberalisasi ekonomi dunia/ pasar bebas (non proteksi), privatisasi BUMN, kesempatan yang sama antara investor asing dan lokal di suatu negara tanpa ada proteksi bagi investor asing , untuk itu pihak global melihat UUD Indonesia yaitu UUD 45 tidak bisa menunjang program Washington consensus karena dianggap terlalu nasionalistik, sosialistik dan proteksianalistik bagi kepentingan Nasional jadi harus diamandemen, menjadi UUD 2002 yang jiwanya liberalistik, individualistik dan kapitalistik. UUD 2002 dibuat dan diinisiasi oleh kelompok global melalui NGO-NGO asing seperti NDI, Republik Institute, Boston Institute, USAID dan lain-lain kerja sama dengan LSM lokal yang tergabung dalam ornop. Jadi jelas UUD 2002 tidak sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa Indonesia yang dicetuskan dengan kemerdekaan 170845 dan dikonstitusionalkan tanggal 180845 melalui UUD 45 asli

Dalam menghadapi persoalan sistem bangsa Indonesia yang liberal, kapitalistik yang membuat Indonesia babak belur menghadapi berbagai masalah di negara ini Edwin Soekowati mengatakan untuk harus kembali ke UUD 45.

“Kembali ke UUD 45 yang sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan 170845,” papar Edwin Soekowati yang juga mantan anggota DPR Fraksi PDI periode 1987 sd 1992 dan anggota KPU RI 1999.

Sedangakn Mayjen Purn Prijanto mengusulkan Dekrit Presiden yang Terkoordinasikan untuk kembali ke UUD 45. “Cara untuk membuka tergemboknya MPR akibat UUD 2002. Cara ini pada dasaenya merupakan kombinasi dari kehendak rakyat melalui konvensi atau musyawarah antar pimpinan supra dan infra struktur politik, referendum,” ungkapnya.

Kata Prijanto, Dekrit Presiden yang Terkoordinasikan bersumber dari kehendak rakyat. “Bukan kehendaknya Presiden. Syukur-syukur, Presiden selaku Kepala Negara memiliki kesadaran yang sama dengan rakyat,” paparnya.

Pokok-pokok kehendak rakyat, Menurut Prijanto harus dituangkan dalam Dekrit/Kepres agar tidak diselewengkan dalam Sidang di MPR meliputi pernyataan. Pertama, telah terjadi kegentingan negara, utamanya masalah terbelahnya persatuan bangsa.

“Kedua, UUD 45 terdiri dari Pembukaaan, Batang Tubuh, Penjelasan dan Adendum. Ketiga, Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana yang tertuanng dalam Pembukaan UUD 45 dan tidak bisa diperas-peras,” paparnya.

Keempat, Presiden dan Wapres hanya dua kali untuk jabatan yang sama. “Kelima, anggota DPD menjadi anggota MPR daan Utusan Golongan dibicarakan dan diputuskan pada persidangan MPR ppada tahap awal, sehingga MPR merupakan pengejawantahan rakyat,” ungakp Prijanto.

Mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo, Indonesia mengalami kemunduran sejak UUD 45 diamandemen. Ia pun meminta untuk kembali ke UUD 45.

Dalam amandemen UUD 45, kata Agustadi setiap pasal dihilangkan penjelasan aslinya.Padahal, penjelasan tersebut tidak boleh diubah.

“Dalam praktiknya dihilangkan, sehingga penjelasan ini merupakan hal-hal pokok yang dijelaskan hal-hal yang kurang jelas dalam batang tubuhnya, tapi sekarang dihilangkan,” paparnya.

Mantan Wakil Presiden Try Sutrisno batang tubuh UUD 1945 tak lagi utuh setelah empat kali amandemen. Ia berharap UUD 1945 dikembalikan seperti aslinya namun tetap ada adendum penyempurnaan menyesuaikan zaman.

“Kita ingin kembali ke UUD 1945 yang utuh awal dahulu. Kalau ada tambahan itu sifatnya di adendum lewat lampiran-lampiran sampai kedepan, generasi muda nanti juga boleh menambahkan. Tapi UUD 45 nya tetap, lampirannya menyesuaikan jaman, boleh. Sekarang ini yang terjadi batang tubuhnya dirusak, diamandemen,” ungkapnya

Simak berita dan artikel lainnya di Google News