Pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) terlihat ada beberapa kejanggalan dalam konferensi pers terkait ijazah Joko Widodo (Jokowi).
“Ada beberapa kejanggalan yang bisa ditangkap dari sesi konferensi pers UGM terkait ijazah Jokowi. Pertama, Rektor UGM menyampaikan dalam kebimbangan, apa yang disampaikan hanya untuk menutupi permasalahan yang ada,” kata pengamat politik dan sosial Sholihin MS dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (12/10/2022).
Kata Sholichin, kejanggalan kedua, UGM sebagai lembaga yang sangat besar dan kredibel, tidak bisa menyajikan data-data otentik dan detail tentang kegiatan belajar di prodi fakultas kehutanan Jokowi, bukti-bukti transkrip nilai selama 8 semester, dan dokumen-dokumen lain sampai diterbitkannya ijazah S1.
“Kejanggalan ketiga, apabila diperhatikan bahasa tubuh para pendamping rektor semuanya menunjukkan kebimbangan dan tidak percaya diri,” papar Sholichin.
Sholichin mengatakan, ada lagi yang mempersoalkan tentang skripsinya Jokowi. Yaitu skripsi satu dipakai untuk 2 orang (Joko Widodo dan Joko Wahyudi (?), pembimng skripsi yang diakui Jokowi (Kasmejo) setelah dicrosscek ternyata tidak mengakuinya.
“Ketika ditanyakan, adakan teman-teman kuliah yang pernah bersama baik sebangku atau satu kelas, tidak ada seorang pun yang mengenalnya. Sampai diadakan sayembara tidak kunjung muncul teman kuliahnya,” jelasnyaa.
Kata Sholichin, Jokowi menyebut teknik perkayuan Fakultas Hukum. Padahal di Fakultas Kehutanan UGM tidak ada program studi itu.
Kejanggalan lain, ditengarai Jokowi tidak pernah kuliah atau kuliah tapi tidak tamat. Atau, jika memang pernah berwisuda, mengapa dokumen wisuda tidak ada, termasuk tidak ada yang mengaku wisuda bareng Jokowi.
“Oleh karena ijazah merupakan dokumen resmi negara, maka jika benar ijazah itu palsu Jokowi harus berhenti atau MPR memberhentikan Jokowi dari jabatan Presiden. Hukum harus ditegakkan,” tegas Sholichin.
Pengajuan gugatan tentang ijazah palsu ini sudah terdaftar di Pengadilan, kita akan menunggu pembuktian apakah ijazah Jokowi itu asli atau palsu. “Semoga hakim-hakim yang mengadili bisa mengadili secara benar, jujur, obyektif, adil, dan transparan,” pungkasnya.