Tragedi Kanjuruhan, Pengamat: Polisi Harus Dievaluasi dan tak Boleh Jadi Mesin Pembunuh

Polisi harus dievaluasi agar tidak menjadi mesin pembunuh sebagaimana kejadian tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 183 manusia

“Polisi harus dievaluasi dan tidak boleh menjadi mesin pembunuh,” kata Pengamat Politik dan Kebangsaan M Rizal Fadillah kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (4/10/2022).

Kata Rizal, banyaknya korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan akibat penembakan gas air mata. Ini artinya gas air mata serupa dengan peluru tajam yang bisa mematikan. “Betapa bahayanya penggunaan gas air mata ini. Apalagi ditembakkan ke arah penonton yang tidak melakukan apa-apa dan di sana ada wanita dan anak-anak,” ungkapnya.

Benarkah pintu keluar sengaja ditutup saat terjadinya penembakan gas air mata ? Adakah unsur kesengajaan atau sabotase dalam pengamanan ini, baik penutupan pintu maupun adanya zat beracun dalam gas air mata ? Wajah korban yang hitam membiru.

Rizal mengatakan, FIFA Stadium Safety and Security Regulation melarang penggunaan gas air mata sebagai alat pengamanan di lapangan. Polisi dan PSSI telah melakukan pelanggaran serius.

“Persoalan ini tidak boleh dianggap ringan. Sanksi harus tegas karena hal ini menyangkut wibawa dan martabat bangsa. Dengan pembunuhan gas maka Indonesia dapat dicap sebagai bangsa primitif dan tidak beradab,” jelasnya.

Pengusutan peristiwa Stadion Kanjuruhan harus dilakukan oleh yang benar-benar Independen, tidak cukup oleh Kepolisian sendiri karena “tertuduh” adalah aparat.

“Jika ini yang dijalankan, maka kesimpulan akan mudah didapat yakni “sesuai prosedur” atau karena adanya “perlawanan massa”. Alasan standar untuk melindungi korps,” pungkas Rizal.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News