Maraknya pemasangan karangan bunga di depan Kantor Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri di sejumlah daerah yang berisi dukungan terhadap Jaksa Agung untuk menangkap advokat Alvin Lim yang dianggap telah merendahkan marwah korps Adhiyaksa, menimbulkan pro kontra di masyarakat. Tak sedikit pihak menilai pemasangan karangan bunga itu sebagai wujud arogansi aparat kejaksaan yang anti kritik dan merasa paling benar.
Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma bahkan menengarai pemasangan karangan bunga itu bukan suatu tindakan yang spontan, tapi digerakkan atas perintah. “Itu jelas mobilisasi dukungan yang bodoh dan sangat kehilangan akal sehat,” ujar Lieus.
Ditambahkan Lieus, selain karangan-karangan bunga itu tak jelas alamat pengirimnya, juga merupakan wujud penghambur-hamburan uang secara mubazir.
“Mending uang untuk buat karangan bunga itu disumbangkan ke anak yatim atau panti asuhan. Lebih manfaat,” ujarnya.
Seharusnya, tambah Lieus, kalau pihak kejaksaan merasa apa yang dinyatakan Alvin Lim dalam video yang diunggahnya di youtube itu tak berdasar dan cenderung fitnah, ya gunakan hak jawab atau tuntut dia untuk membuktikan dengan data dan fakta.
“Jika dia tidak bisa membuktikan, seret dia ke pengadilan dan jatuhi tuntutan hukum seberat-seratnya,” ujar Lieus.
Jadi, ujar Lieus lagi, bukan malah seperti sekarang ini. “Para jaksa itu merasa tersinggung, merasa direndahkan martabatnya lalu memobilisasi dukungan dengan cara-cara yang sama sekali tidak sehat bagi demokrasi dan penegakan hukum,” katanya.
Menurut Lieus sederhana saja masalahnya. “Jika kejaksaan tidak merasa sebagai sarang mafia yang tuntut Alvin untuk membuktikan ucapannya itu. Tapi kalau ternyata Alvin bisa membuktikan apa yang diucapkannya, tentu harus ada konsekuensi yang harus ditanggung kejaksaan. Misalnya Jaksa Agung dan para pejabat kejaksaan harus mundur atau sejumlah jaksa yang nakal harus dipenjarakan,” kata Lieus.
Lieus melanjutkan, cara-cara memobilisasi dukungan sebagaimana yang dilakukan aparat kejaksaan dalam kasus Alvin Lim ini sesungguhnya bukan soal baru. Tahun 2017 juga pernah terjadi ketika Ahok dan Djarot menjabat gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. “Sampai- sampai jalan raya di depan balaikota Jakarta ketika itu nampak kotor karena dipenuhi ribuan karangan bunga yang tak jelas identitas pembuatnya,” ujar Lieus.
Pada kenyataannya, tambah Lieus lagi, kecuali hanya “menyampah”, karangan-karangan bunga berisi dukungan seperti itu tak memberi efek kencerdasan apapun untuk masyarakat.
“Masyarakat kita tetap saja tak menjadi cerdas dan tetap tak tercerahkan secara hukum dan politik,” tegas Lieus.
Lieus menyebut, dukung mendukung boleh-boleh saja. Tapi memobilisasi dukungan dengan cara-cara seperti yang dilakukan aparat kejaksaan saat ini justru menunjukkan betapa arogannya aparatur korps kejaksaan di negeri ini.
“Dengan memasang karangan bunga yang mengatasnamakan lembaga atau organisasi masyarakat yang tak jelas alamatnya itu, justru kejaksaan sedang menunjukkan pada masyarakat bahwa mereka adalah pihak yang berkuasa yang tak boleh diganggu gugat dan bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan kalau mereka mau,” katanya.
Lebih jauh Lieus menyebut dirinya tidak yakin semua karangan bunga dukungan itu murni dipesan oleh lembaga-lembaga atau organisasi yang dipasang namanya di papan bunga itu.
“Tahulah kita bagaimana papan karangan bunga ucapan selamat atau ucapan lainnya bisa dengan gampang dipesan di negeri ini,” ujar Lieus.
Terkait banyaknya karangan bunga berisi dukungan untuk melaporkannya, Alvin Lim sendiri pernah menyatakan bahwa pernyataan yang disampaikannya bukan berita bohong atau hoaks maupun ujaran kebencian. Alvin Lim memastikan akan membuktikan pernyataannya kepada kepolisian.
Terkait dengan laporan para jaksa itu, Alvin menyebut bahwa hal itu menunjukkan para jaksa belum dewasa, arogan, dan masih anti-kritik. “Nanti akan saya buktikan di kepolisian bahwa apa yang saya sampaikan adalah benar,” ujarnya.
Atas ketegasan Alvin Lim itu, Lieus mempercayai Alvin Lim berada di pihak yang benar dan dia tetap mendukung Alvin untuk membongkar semuanya. “Kritik terhadap institusi bukanlah sebuah pencemaran nama baik. Itu diatur di SKB UU ITE yang ditandatangani Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Kapolri, dan Jaksa Agung,” ujar Lieus.