Oleh: Umar Santi (Mantan Menlu RMS)
Nasib para pegiat HAM dan aktivis yang menyuarakan keadilan sungguh berbeda dengan para penjahat yang telah merampok uang rakyat untuk kepentingan pribadi mereka.
18 tahun lalu pada tanggal 7 September 2004 kasus kematian aktivis HAM Munir, dan dalam 22 tahun ini tidak ada kejelasan sedikitpun malah bisa dikatakan kasus Aktivis HAM tersebut akan kadaluwarsa, padahal jika dilihat dari hasil hasil penyelidikan dari TPF kasus Munir adalah kejahatan yang melibatkan oknum penyelenggara negara,ini kejahatan luar biasa, namun dianggap biasa oleh pemerintah Republik Indonesia. Begitu juga dengan kasus-kasus korupsi yang begitu merajalela padahal korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang mana dampak dari perbuatan mereka maka salah satunya adalah terciptanya gap pembangunan di Indonesia, ada daerah-daerah penyumabang pendapatan terbesar bagi negara, namun tidak kebagian dalam proses pembangunan.
Miris bagi saya pada 7 september 2022 mendengar puluhan koruptor Indonesia dibebaskan negara melalui remisi. Pada saat itu terjadi, para aktivis pejuang keadilan sedang mengharapkan amnesty dari tuan presiden.
Ini tontonan yang membuat dunia internasional tertawa tapi hati menangis. Sebab koruptor sangat diistimewakan oleh penyelenggara negara di Indonesia berbanding terbalik dengan para aktivis pejuang keadilan yang selalu di bungkam dengan berbagai macam cara bahkan bisa saja dihabisi.
Saya berharap Amnesty Internasional Indonesia tetap konsisten untuk terus memperjuangkan keadilan bagi para tahanan hati nurani khususnya para prisoner of conscience dari Maluku, Papua dan mungkin juga ada yang dari Aceh.
Sebab persoalan tahanan hati nurani serta perampasan hak masyarakat adat suku Bati di Maluku yang ada di Indonesia akan tetap saya gaungkan untuk mendapatkan perhatian dunia internasional.
sebab bagi saya itu bentuk diskriminasi serta kriminalisasi negara terhadap mereka, jangan lupa bahwa pembungkaman hak orang dalam menyuarakan ketidakadilan juga adalah sebuah pelanggaran konstitusi.
Rupanya Indonesia merasa nyaman dengan para penjahat perampok dan sangat alergi terhadap para aktivis yang menyuarakan kebenaran serta keadilan.
Saya juga meminta perhatian Komnas HAM Terkait kasus mutilasi rakyat Papua yang dilakukan oleh para aparat keamanan ini benar-benar kejahatan luar biasa. Komnas HAM harus proaktif dalam mengawal kasus ini.
Bagi saya di Indonesia telah terjadi hipokrisi moral para penyelenggara negara dimana tidak ada komitmen dan konsistensi antara perkataan dengan perbuatan.