Saat ini banyak Ferdy Sambo lain di institusi negara yang tugasnya merekayasa kasus dan mengumpulkan uang haram.
“Masih banyak Ferdy Sambo lain dan kroninya berkeliaran di pelbagai insitusi negara,” mantan Presidium GMNI Yusuf Blegur kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (23/8/2022).
Indonesia seakan-akan telah dikuasai oleh kekuatan gelap, angkara murka begitu digdaya menampilkan kesombongannya. Rakyat terus-menerus menjadi korban dari praktek-praktek distorsi penyelenggaraan negara oleh sekelompok orang yang berlindung di balik harta dan jabatannya.
“Kejahatan yang terorganisir, terstruktur dan masif kini berwajah formal dan konstitusional. Sistem ketatanegaraan telah menjadi wadah sekaligus sarana berhimpunnya sekumpulan penghianat bangsa yang membunuh Pancasila, UUD 1945 dan NKRI,” paparnya.
Kata Yusuf, kasus Ferdy Sambo di institusi Polri merupakan salah satu contoh gejala berulang, pada kondisi akut dari penyakit komplikasi dan kronis yang menggerogoti bangsa ini sejak lama secara keseluruhan.
Negeri ini hanya mampu menuangkan cita-cita mulia kemerdekaan pada secarik kertas sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD I945. Tak berkelanjutan dalam pikiran, ucapan dan tindakan nyata membawa kehidupan rakyat pada kemakmuran dan keadilan, tak berujung pada negara kesejahteraan.
“Di tangan para pemangku kepentingan publik yang rentan hipokrit dan psikopat, NKRI deras menuju jurang kehancuran. Sementara Pancasila hanya bisa diwujudkan dalam bentuk nafsu syetan memburu materi dan kenikmatan kehidupan duniawi,” jelasnya.
Rakyat terus tak berdaya dalam semua perjalanan sejarah republik. Hidup dalam kebodohan dan kemiskinan, melewati batas waktu dan zaman.
Menumpahkan darah dan mengorbankan jiwa, dari generasi ke generasi harus hidup sengsara dan menderita mulai dari masa kolonialisme dan imperialisme lama hingga ke-77 tahun usia kemerdekaannya. Penindasan dan kesewenang-wenangan, kini marak dan menjadi pemandangan yang lumrah, meski hidup bebas dari alam penjajahan.
“Watak dan tabiat kompeni, rupanya masih hidup dan bertumbuh-kembang dalam wajah-wajah asing dan aseng serta segelintir pribumi.
Sudah semakin sulit dibedakan penjajahahan dari bangsa asing atau oleh bangsa sendiri, karena mereka menyatu dan dalam penampakan serupa tapi tak sama,” papar Yusuf.