Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Menurut Sun Tsu yang sangat dipercayai etnis China bahwa menang itu sangat penting, apapun caranya. Hanya dalam praktek lapangan dikatakan bahwa : “Semua orang berkata, menang di medan tempur itu baik, padahal tidak. Jendral yang memenangkan setiap pertempuran bukanlah jagoan sejati. Membuat musuhmu kalah tanpa bertempur itulah kuncinya. Lebih baik menjaga keutuhan negeri dari pada menghancurkannya. Mengalahkan lawan tanpa bertempur itulah puncak kemahiran*.
Kalimat Sun Tsu tersebut jelas memberikan semangat hampir di semua warga China dimuka bumi ini. Tak terkecuali di Indonesia.
Bertempur terbaik adalah digunakannya tipu daya licik, cara untuk mengelabuhi, membuat jengkel , membingungkan musuh sebelum menjatuhkan pukulan kepada mereka. Ada saatnya untuk menggencarkan kekuatan. Semua terlebih dahulu harus dilakukan mati matian termasuk berbalik dan lari.
Dalam strategi dagang, baik berupa investasi, operasi bisnis ini, juga diperlukan penyamaran. Semua harus dilakukan secara halus dan terduga. Tujuannya bisa cengkeraman ekonomi dan merambah ke ranah politik.
Etnis China dalam di muka bumi ini dengan pemerintah China sebagai leluhurnya tidak tinggal diam yakni dengan memberlakukan kebijakan double citizen (kewarganegaraan ganda). Meski tidak ditujukan khusus ke Indonesia, kebijakan itu telah memberi sign. Bahwa etnis Cina yang tersebar di seluruh dunia dan menjadikan warga negara dimana mereka bertempat tinggal, tetap diakui dan harus menganggap bahwa dirinya adalah orang China. Kebijakan ini dikunci dengan doktrin One China.
Sejumlah berita marak di media sosial. Di antaranya soal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang memberikan status Warga Negara Indonesia (WNI) kepada ratusan warga tanpa identitas. Memberikan kemudahan ijin tinggal khususnua warga China . ( Kalau itu benar) adalah suatu kebijakan yang sangat berbahaya .
Apalagi warga TKA yang masuk bersamaan dengan dalih tenaga kerja sebagai konsekuensi ikutan penanan investasi China di Indonesia seperti sudah tidak terkendali dan bahkan pernyataan mantan Kepala Badan Intelejen (BIN) Letnan Jendral (Purn) Sutiyoso yang memperingatkan bahwa Indonesia akan dijajah oleh tenaga kerja asing (TKA) asal China.
Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden RRT Xi Jinping dan Perdana Menteri (Premier) RRT Li Keqiang di Villa 14, Diaoyutai State Guesthouse, Beijing. Presiden Jokowi dengan Presiden Xi maupun Premier Li berfokus untuk meningkatkan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan dan kerja sama di bidang prioritas lainnya, antara lain perdagangan, investasi, kesehatan, maritim, dan isu kawasan dan dunia.
Pembangunan ekonomi hijau, antara lain di bidang energi terbarukan, pengembangan mobil listrik, pengembangan industri baterai, dan pengembangan ‘green industrial park’. Kedua pemimpin juga membahas peningkatan investasi untuk mengembangkan industri hilirisasi petrokimia dan sektor telekomunikasi serta semi konduktur.
Pada awal sambutannya Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang senasib dan sepenanggungan saat bertemu Presiden Xi Jinping di Beijing, Selasa (26/7) sore. Juga mengatakan bahwa China merupakan mitra komprehensif strategis Indonesia.
Dari kesepakatan yang sudah di siapkan oleh para menteri sebelumnya, terkait kerja sama kedua negara menyepakati beberapa kesepakatan lainnya yakni:
1. Pembaruan MoU Sinergi Poros Maritim Dunia dan Belt Road Initiative
2. MoU Kerja sama Pengembangan dan Penelitian Vaksin dan Genomika
3. MoU mengenai Pembangunan Hijau
4. Pengaturan Kerja sama Kelautan
5. Protokol mengenai ekspor nanas Indonesia
6. Pengaturan Kerja Sama Pertukaran Informasi dan Penegakan Pelanggaran Kepabeanan
7. Rencana Aksi Kerja Sama Pengembangan Kapasitas Keamanan Siber dan Teknologi.
Masuknya investasi asing ke Indonesia pasti akan disambut gembira oleh rakyat Indonesia. Tetapi dari pengalaman riil yang terjadi selama ini dengan dalih investasi ternyata sebagai pintu masuk warga China ( TKA yang numpang Investasi ) makin luas di semua wilayah Indonesia, indikasi kuat mereka juga organ tentara China yang akan mendukung politik hegemoni di Indonesia adalah sulit dinafikan bahaya yang akan terjadi.
Ini jelas sejalan dengan rencana Khubilai Khan sejak abad ke 13 yang memang RRC sudah lama tanpa henti strategi menguasai Nusantara akan terjadi, dan saat ini telah bisa kita lihat bersama
Secara ekonomi dan politik Indonesia sudah jatuh pada penjajah dari Utara yaitu RRC (China). Bahkan oligarki keturunan China sudah lebih dahulu ambil posisi menguasai ekonomi dan politik negara ini.