Pernyataan Effendi MS Simbolon, anggota fraksi PDI Perjuangan DPR RI yang menuding Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti selama ini banyak menggunakan fasilitas bahkan institusi DPD RI untuk memperjuangkan kepentingan politiknya sendiri, tak hanya membuat hubungan DPR dan DPD RI memanas, tapi juga mengundang banyak reaksi dari masyarakat. Pernyataan Effendi Simbolon itu dinilai tendensius, tidak berdasar dan mengabaikan fakta buruknya kinerja DPR selama ini.
Hal itu dikatakan koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma. Lieus bahkan menyebut, pernyataan Efendi Simbolon itu telah mengingkari realitas politik yang ada hari ini.
“Kalau saja DPR benar-benar menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, legislator yang menjadi aspirator suara rakyat, pastilah kondisi serba sulit yang dihadapi rakyat sekarang ini tidak terjadi,” ujar Lieus.
Karena itulah Lieus menilai tudingan Effendi Simbolon kepada Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti tersebut salah alamat. “Mestinya DPR yang instropeksi diri,” tegas Lieus.
Seperti diketahui, Effendi Simbolon, anggota fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu, pada hari Kamis, (30/5/2022), di Gedung DPR RI Senayan Jakarta melontarkan pernyataan di depan wartawan yang menuding Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti telah menggunakan DPD RI untuk kepentingan politik pribadinya agar bisa nyapres di 2024.
“Kemana-mana bicara politik atas nama DPD RI itu tidak boleh. Misalnya gugat Presidential Threshold (PT) ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar dihapus menjadi nol persen. Itu ‘kan untuk kepentingan pribadinya agar bisa nyapres 2024. Itu tidak boleh,” ujar Effendi Simbolon.
LaNyalla sendiri belum memberi tanggapan apapun terhadap tudingan Effendi Simbolon itu. Namun, kata Lieus, diamnya LaNyalla bukan berarti Ketua DPD itu salah.
“Sejauh ini saya tidak melihat ada yang salah dari kinerja LaNyalla sebagai Ketua DPD RI. Saya bahkan mengapresiasi apa yang dilakukannya dengan turun ke daerah-daerah dan menggugat Presidential Thresold ke MK dari 20 persen menjadi nol persen,” ujar Lieus.
Sebab, ujar Lieus, bukankah DPD memang mewakili daerah? “Jadi, apa salahnya anggota DPD berkunjung dan menyerap aspirasi masyarakat di daerah-daerah?” ujarnya.
Sedangkan menyangkut gugatan DPD ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait presidential thresold, menurut Lieus itu justru bentuk tanggungjawab moral dan konstitusional LaNyalla sebagai ketua DPD agar negeri ini tidak semakin terpuruk dalam kungkungan oligarki.
“Sekali lagi saya katakan, mestinya anggota DPR RI itu instrosperksi diri. Sebagai wakil rakyat, apa yang sudah mereka lakukan untuk mengurangi beban hidup rakyat yang semakin berat sekarang ini?” tanya Lieus.
DPD, tambah Lieus, dibentuk untuk “mewakili aspirasi daerah” dan merupakan salah satu lembaga negara yang lahir setelah Amandemen UUD 1945. Tugas dan wewenang DPD diatur dalam pasal 22D UUD 1945, yaitu Berwenang dalam pengajuan Rancangan Undang-undang atau RUU tertentu. Berwenang untuk ikut membahas bersama DPR dan pemerintah atas penyusunan RUU tertentu. Berwenang memberikan pandangan dan pendapat terhadap RUU tertentu; Berwenang memberikan pertimbangan terhadap RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, serta pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang atau UU tertentu.
“Jadi, jika mengacu pada Tupoksi dan kewenangan DPD seperti yang diatur dalam pasal 22D UUD 1945 itu, semua yang dilakukan LaNyalla selama ini tidak ada yang menyimpang dan melanggar UU,” tegas Lieus.