Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Sikon politik periode kedua Jokowi mencuatkan akrobatik kiat politik anomali berlumur aroma drama politik anomali tanpa bentuk dan arah yang jelas.
Ketika koalisi gemuk delapan parpol mulai retak bahkan pecah menjadi pemantik utama mengeruhnya sikon politik. Menimbulkan bara panas bagaikan api nan tak kunjung padam. Ditengarai publik, sepertinya ada yang sengaja merawat sang api supaya tetap membara.
Presiden dengan kewenangan dan kekuasaan bermain tukar guling / tukar tambah kekuasaan dengan resaffel kabinet menarik kader dr partai gurem untuk menambah amunisi kekuatannya yang mulai lunglai
Presiden dengan leluasa menggunakan kekuasaannya untuk berbelanja “tameng” pelindung dari serangan politik pihak oposisi. Presiden harus berselancar di atas ombak politik yang tidak menentu dinamikanya dalam gelombang pasang surut .
Menjual posisi di kementerian (ministerial portfolio) untuk merealisasikan platform politik, “rampasan perang” (spoils of office) ) berupa akses terhadap proyek negara …. baik yang terlihat maupun tak tercium oleh publik” (Arya Budi, Kompas 18 Juni 2022).
Pemilu mendatang 14 Februari 2024 masih duapuluh bulan lagi, namun elite politik mulai sibuk membangun koalisi. Target besarnya: berlomba untung untungan menanam investasi untuk presiden baru.
Muncul KIB (Koalisi Indonesia Baru), disusul koalisi “Semut Merah”, Gemuruh konvensi partai Nasdem dan Raker PDIP yang mengobrak abrik akrobat rekayasa koalisi. Lahirlah pola politik *gambler*, berselancar spekulasi membuka lapak mencari peluang dari hasil jaringannya.
Akibat adanya presidential threshood (PT) 20 persen hasil Pemilu 2019, semua terperangkap : partai besar elektabilitasnya capres nya rendah. Capres elektabilitasnya memenuhi standar partai tidak kuat ngungkit. Partai gurem rekayasa angkat kader dari luar partainya. Capres elektabilitasnya tinggi tidak memiliki partai. Semua blunder menerpa dirinya tidak sadar ada pemain ( Polit Biro ) dibalik layar yang mengendalikan.
Terpantau terpaksa beberapa partai bermanuver mondar mandir tidak jelas akan kemana . Dinamika politik “lari berputar putar”: tidak jelas siapa mengejar siapa dan akan kemana.
Inilah mengapa banyak ketum parpol mendadak berlomba-lomba memasarkan partainya dengan aneka cara. Bahkan ada partai nekat, hanya bersandar pada hasil rentalan survei dan pencitraan.
Apa yang akan terjadi dari akrobat maut para partai berkoalisi semua akan berahir dalam penantian menunggu hasil rapat polit biro Oligarki. Siapa yang akan dipanggil ke istana oligarki. Siapa yang akan dianggap layak jadi presiden dan siapa yang akan dibuang ke got politik Oligarki.
Pilpres 2024 sesungguhnya saat ini sudah selesai, hanya keajaiban Yang Maha Kuasa yang bisa merubahnya.
Beberapa partai akan berahir tragis mengais belas kasih Oligargi berharap harap mendapatkan pundi pundi finansial agar bisa berlaga dalam Pilpres 2024. Tragis memang itulah wajah politik Indonesia saat ini.