Di negara yang menganut paham demokrasi, oligarki seharusnya tidak diperbolehkan karena memiliki daya rusak yang memungkinkan adanya tindakan korupsi, melemahnya rule of law, dan penyalahgunaan wewenang oleh kelompok penguasa, namun kenyataan hari ini, keberadaan Kabinet di Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, diisi oleh mayoritas pimpinan Partai Politik yang disinyalir dari partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, baik saat pilpres 2019 lalu maupun pasca pilpres 2019, demikian dikatakan Gaffar Baihaqi Koordinator Koalisi Gerakan Milineal Anti Oligarki kepada wartawan, Rabu, 15 Juni 2022 di Jakarta.
“Oligarki itu semakin kuat dan kental, ketika para petinggi Partai Politik bergabung menjadi menteri pembantu Presiden di Kabinet Indonesia Maju, kondisi ini justru memperburuk wajah demokrasi di negeri ini,” ungkap Gaffar Baihaqi.
Lebih parahnya lagi, lanjut Gaffar, kondisi tersebut akan sangat menghambat orang-orang yang memiliki kapabilitas dan integritas untuk berkembang karena sistem oligarki hanya berfokus pada kelompok elite tertentu, maka cara berpolitik yang inklusif menjadi mustahil. Dengan kata lain, orang-orang yang berada di luar lingkaran oligarkis akan sulit untuk mendapatkan kekuasaan secara adil karena sistem sudah didesain dan dikendalikan oleh segelinitir elite, selain itu juga dengan adanya Ketua Umum, Sekjen ataupun petinggi parpol lainnya berada dalam Kabinet Indonesia Maju tersebut, akan semakin tidak efektifnya penyelenggaraan program pembangunan oleh pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, karena mereka secara terselubung akan lebih mengutamakan kepentingan partai politiknya daripada kepentingan untuk masyarakat sebagai subyek pembangunan.
“Apalagi Agenda Pemilu 2024 sudah ditetapkan KPU 14 Juni 2024, ini artinya keberadaan pimpinan parpol yang ada di Kabinet Pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin, di sinyalir lebih focus pada persiapan mereka menghadapi pemilu, pilpres dan pilkada yang akan dilakukan serentak di tahun 2024 mendatang,” tukas Gaffar.
Gaffar juga mengatakan menanggapi adanya reshuffle Kabinet, sudah waktunya Ketua Umum dan Sekjen Partai Politik yang menjadi menteri dapat direshufle, mengapa demikian, sebab untuk mencegah agar tidak ada konflik kepentingan, dan juga agar para menteri dapat lebih fokus melayani masyarakat, serta tidak melakukan maneuver yang dapat menciptakan situasi kegaduhan maupun situasi yang tidak kondusif, yang tidak hanya merugikan performance pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, tapi juga merugikan masyarakat.
“Ya, mestinya reshuffle Kabinet kali ini yang di lakukan Presiden Jokowi jangan di isi lagi oleh personil berlatarbelakang dari pimpinan partai politik, namun mestinya di isi oleh personil berlatarbelakang professional, teknokrat maupun lainnya yang terbebaskan dari kepentingan politik, tapi nyatanya malah di isi lagi personil dari partai politik, ya, inilah wajah demokrasi di Indonesia, yang di gerus oleh Oligarki partai politik,” pungkas Gaffar.