Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua) yang merupakan semboya negara Indonesia tercermin dengan baik di Desa Balun, Kecamatan Turi, Lamongan. Sebagaimana yang diketahui, Desa Balun sendiri dijuluki sebagai Desa Pancasila, karena kemapuan masyarakat setempat dalam mengamalkan dan melestarikan nilai-nilai keberagaman yang ada.
Toleransi masyarakat setempat dalam menjaga nilai-nilai kebinekaan tersebut juga tergambar pada, berdampingnya tiga tempat peribadatan antar pemeluk agama, yaitu Masjid (Islam), Gereja (Kristen), dan Pura (Hindu).
“Desa Balun ini adalah salah satu desa yang mampu, berhasil, dan secara alamiah melestarikan nilai-nilai keberagaman, dimana itu bisa menjadi sebuah harmonisasi sosial yang sangat luar biasa dan di laksanakan di keseharian tanpa ada rekayasa apapun dan ini lah sesungguhnya desa Pancasila yang mampu merajut kebinekaan dari berbagai perbedaan,” hal tersebut disampaikan Bupati Lamongan Yuhronur Efendi saat menjadi narasumber sarasehan nasional dalam rangka memperingati hari Pancasila 1 Juni, yang bertemakan “Merajut kebinekaan dari desa menuju Nusantara jaya”, di Balun, Lamongan, Selasa (8/6).
Menurut Pak Yes, sapaan akrab Bupati Lamongan, pengambilan tempat di Desa Balun tersebut telah telat untuk memperingati hari Pancasila. “Nah, tepat sekali hari Pancasila ini di peringati dalam sarasehan di Desa Balun ini, karena dari desa ini kita mempunyai sepirit untuk bagaimana kita merangkai keberagaman dalam satu kebinekaan yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila yang telah dicetuskan Bung Karno pada tanggal 1 Juni,” ucap Pak Yes
Selain itu, Pak Yes juga mengungkapkan, kebhinnekaan di Lamongan ini tidak lepas dari kejayaan di masa lalu.
“Kita tahu Airlangga ini ketika di lantik menjadi raja oleh tokoh-tokoh agama saat itu karena sosok beliau yang mampu merajut kebhinnekaan itu, sehingga Raja Airlangga ditetapkan sebagai raja kembali oleh tokoh-tokoh agama yang ada di Kabupaten Lamongan,” ungkap Pak Yes
Lebih lanjut, Pak Yes juga menyampaikan, selain pada masa raja Airlangga, kebhinekaan di Lamongan juga tidak terlepas dari akulturasi budaya yang dilakukan Sunan Drajat pada masa kejayaan Islam.
“Kalau kita lihat sekarang peninggalan-peninggalan Sunan Drajat dan Sunan Sendang Duwur yang banyak sekali memakai etnik-etnik dari agama Hindu, Paduraksa yang ada di pintu masuk Lamongan ini sebagai replika dari peninggalan Sunan Duwur,” kata Pak Yes
Motif gapura paduraksa yang dari etnik agama Hindu tersebut merupakan salah satu cara Pemerintahan Kabupaten Lamongan dalam melestarikan dan menjaga budaya yang ada di Kabupaten Lamongan, selain itu, kata Pak Yes, gapura paduraksa tersebut sebagai gambaran gerbang kejayaan.
Kedepan, kata Pak Yes, Pemerintah Kabupaten Lamongan, akan terus melestarikan nilai-nilai harmonis kedalam RPJMD, yang di ukur melalui indeks kesalehan sosial.
“Ini bisa di ukur dari empat hal yaitu, dari solidaritas, toleransi, ketabilitas dan harmonisasi. Dan semua ada indeks dan ukurannya. Untuk dijadikan pedoman kami dalam melaksanakan tugas-tugas kedepan khusunya dalam menjaga kebhinekaan ini, menjaga harmonisasi sosial, dan menjaga Kabupaten Lamongan ini sebagai Kabupaten yang benar-benar saling toleransi, saling menghargai keberagaman,” lanjut Pak Yes
Pada kesempatan tersebut Pak Yes juga mengharapkan rekomendasi nilai-nilai Pancasila maupun nilai-nilai kebhinhekaan yang dapat di ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan untuk membangunan kejayaan Lamongan.
Dalam kesempatan yang sama, Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, telah dideklarasikan sebagai Desa Pancasila.(rinto caem)