Guru Besar UIN Yogyakarta Mempertanyakan Dasar Pemindahan Ibu Kota Negara

Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dipertanyakan berbagai pihak termasuk pakar lingkungan, ahli hukum hingga rakyat biasa.

“Pertimbangan/motif/tujuan pindah IKN, untuk apa atau siapa? Jika tujuannya untuk menghindari banjir dan gempa bumi, ternyata banjir dan gempa bumi melanda kawasan tersebut juga,” kata Guru Besar UIN Yogyakarta Prof Muhammad Chirzin dalam artikel berjudul “Maju atau Mundur Pindah IKN”

Muhammad Chirzin mengatakan, keputusan pindah IKN ke Kalimantan sudah direspons para pakar dari berbagai sisi yang kesimpulannya: lokasi itu sangat tidak layak, tetapi tetap diputuskan. “Haruskah upaya pemindahan Ibu Kota Negara didukung?” tanya Muhammad Chirzin.

Salah satu keberatan pindah IKN adalah pembiayaan yang amat sangat tinggi sekali, dan berjangka panjang, hingga tahun 2045, sedangkan kondisi riel keuangan Negara berutang tinggi (7.000 triliun), akankah upaya pemindahan IKN diteruskan?

“UU IKN sedang dalam gugatan, mengapa Presiden tetap dan telah melakukan langkah-langkah strategis berkenaan dengan penyelenggaraan dan pengelolaan IKN? Apakah tidak lebih bijaksana bila proses pengembangan dan pembangunan IKN Nusantara tersebut dihentikan, hingga perkaranya selesai?” paparnya.

Judicial review itu diajukan oleh Poros Nasional Kedaulatan Rakyat (PNKR). Selain itu, judicial review ini juga diajukan oleh banyak kalangan dan kelompok masyarakat. Dari sopir angkot, guru, pensiunan BUMN, Jenderal TNI (Purn), tokoh agamawan, hingga profesor.

“Jadi, apakah pindah IKN maju atau mundur, Rakyatlah yang paling berhak menjawabnya,” tegasnya.

Pemindahan IKN membutuhkan dana besar, kata Muhammad Chirizin, Indonesia sedang mengalami masalah gelembung nilai tukar rupiah terhadap US dolar. Nilai tukar yang ada sekarang adalah nilai semu. Sebab, ada doping berupa pinjaman dana dari luar negeri dalam US dolar yang terus-menerus masuk.

“Nilai tukar sebenarnya jauh di bawah yang ada sekarang. Pertanyaannya, sampai kapan doping itu bisa terus dilakukan?” paparnya.

Kata Muhammad Chirzin Indonesia menghadapi gelembung utang. Untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, mega proyek kereta cepat, dan lainnya, pemerintah mengambil pinjaman dari luar negeri.

“Akibatnya, utang makin menumpuk. Bila ditambah dengan utang-utang BUMN dengan skema B to B, jumlah utang itu sudah lebih dari Rp 10.000 triliun. Beberapa di antaranya, mulai bulan Maret ini, bakal jatuh tempo. Bagaimana membayarnya?” ungkapnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News