Jokowi di Ujung Tanduk

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) di awal periode kedua menegaskan, dirinya saat ini tidak lagi memiliki beban dalam menjalankan pemerintahan ke depan. Hal tersebut diungkapkan Presiden saat bertemu dengan pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6/2019) pagi. “Saya ngomong apa adanya, saya sudah enggak ada beban apa-apa,” ujar Jokowi.

Pada periode pertama mungkin merasa tertekan oleh partai pengusung, pada periode kedua merasa sudah terbebas dari mereka, khususnya dari partai yang terang terangan mengatakan bahwa Jokowi sebagai presiden adalah bersattus sebagai petugas partai. Ada ketegangan (tension), baik itu ketegangan nyata (real tension) maupun ketegangan semu (pseudo-tension).

Bisa benar merasa tanpa beban di satu sisi tetapi masuk ke mulut buaya tekanan justru lebih tertekan dan beban makin berat atas kendali oligarki.

Di ujung akhir masa baktinya muncul konflik politik semula sangat samar, dalam perjalanan waktu konflik Jokowi dan Megawati makin terbaca dengan jelas. Jakowi makin bandel bahkan bebal mendengar dan mengikuti arahan Megawati, yang selama ini menganggap Jokowi sebagai petugas partai.

Serentetan peristiwa terbaca: absennya Megawati dan Puan Maharani dalam pernikahan adik Presiden Jokowi, Idayati dengan Anwar Usman, merupakan sinyal atau kode hubungan antara Jokowi dengan PDIP sedang tak baik.

Di forum Rakernas Projo baru baru ini di Magelang, Jokowi terang terangan mempromosikan Ganjar sebagai Capres mendatang, sama saja melawan arus kebijakan politik Megawati (PDIP).

Megawati konon meminta mengerem memfungsikan LBP berlebihan, Jokowi jalan terus seolah olah tanpa LBP roda pemerintahan akan mandeg, tampak jelas ada ketergantungan yang sangat sulit menghentikan apalagi melepas peran LBP dalam kabinetnya.

Tiba-tiba muncul rekayasa perpanjangan masa jabatan dan atau masa presiden tiga periode. Wajar PDIP menolak karena hal itu akan merugikan politik PDIP kedepan.

Membangun politik dinasti dengan cepat bahkan mengawinkan adiknya dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang mendapat kritik tajam dari masyarakat luas.

Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok ingin berkuasa terhadap suatu sistem pemerintahan. Konflik politik merupakan konflik yang sering terjadi saat menjelang pemilu.

Menjelang Pilpres semestinya Jokowi full back up kebijakan politik PDIP, yang terjadi Jokowi berjalan sendiri sesuai dengan kepentingan politiknya.

Konflik akan terjadi  pada  situasi dimana ada gangguan terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/ atau dengan timbulnya perasaan permusuhan karena adanya kepentingan berbeda satu sama lain. (Wood, Walace, Zeffane, Schermerhom, Hunt dan Osbon)

Megawati pasti sangat terganggu ketika Jokowi, merasa sudah tanpa beban dan berjalan sendiri mengabaikan semua saran dan pendapat dari partai pengusungnya.

Over confidence yang terjadi pada diri presiden, menjadi teka-teki apakah merasa kuat karena full backing oligarki dan dalam penyelenggaraan negara merasa sudah bisa menguasai semua dalam kendalinya.

Kalau itu persepsinya, Jokowi akan terpeleset dan itu adalah kebodohan yang nyata. Mengabaikan Megawati pemilik riil kekuasaan politik , dan presiden justru  bangga dengan kekuasaan halusinasi kekuatan politik semu merupakan merupakan kesalahan politik yang fatal. Apalagi dalam pertarungan riil partai politik tidak memiliki partai hanya memiliki ormas Projo yang riil politiknya sangat lemah.

Kerenggangan apalagi sampai terjadi benturan Jokowi dan Megawati, ahir politik Jokowi di ujung tanduk akan tergulung dan berantakan. Karena oligarki juga akan bermain bukan atas arahan Jokowi tetapi keuntungan politik yang akan diraihnya. Bahkan Jokowi selama ini ada dalam remot kendalinya

Jokowi bukan hanya konflik dengan PDIP juga memendam konflik dengan masyarakat karena gagal dalam tugasnya menciptakan keadilan sosial, terlalu taat dan tunduk pada kekuatan asing khususnya ketergantungan dengan China, korupsi merajalela, dan ketergantungan pada oligarki. Semua akan menentukan ahir jabatan Presiden di ujung tanduk dengan beban akibat hukum yang terus menghantuinya dan perlawanan rakyat yang setiap saat bisa muncul seperti air bah.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News