Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Berdasarkan keterangan pers Kementerian Luar Negeri RI pada Senin, 9 Mei 2022, pertemuan KTT ASEAN–AS diagendakan membahas berbagai macam isu. Di antara isi pembahasannya adalah, penanganan pandemi, kerja sama kesehatan, pendidikan, percepatan pemulihan ekonomi, dan berbagai tantangan geopolitik, baik kawasan maupun global.
KTT ini merupakan forum bagi AS dan negara-negara ASEAN untuk memperkuat kemitraannya. Pertemuan tahun ini sekaligus menjadi perayaan 45 tahun kemitraan ASEAN–AS. KTT Amerika Serikat-ASEAN (US-ASEAN Summit) pada Kamis dan Jumat (12- 13/5/2022) digelar di Washington DC, AS,
Dalam agenda yang telah disusun dan disebar resmi Kementerian Luar Negeri AS (US Departmen of State) tersebut. Masing-masing negara ASEAN menyampaikan pidatonya. Dalam agenda disebutkan :
Pada hari pertama Kamis, 12.05.2022, berbicara :
– Ketua DPR AS, Nancy Pelosi,
– Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong
– Perdana Menteri Vietnam, Phạm Minh Chính.
– Kepala negara Brunei Darussalam, Sultan Hassanal Bolkiah dan
– Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob.
Hari pertama ditutup dengan makan malam seluruh peserta—yakni para kepala negara ASEAN, dengan Presiden AS, Joseph Biden, di Gedung Putih”.
Pada hari kedua Jumat, 13.05.2022) bicara :
– Perdana Menteri Laos, Phankham Viphavanh .
– Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-o-cha dan
– Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.
“Sesi hari kedua itu diakhiri dengan pertemuan dan diskusi para kepala negara ASEAN dengan Presiden AS Joe Biden.”
Ternyata Presiden Republik Indonesia
tak tercatat diberi kesempatan untuk bicara oleh pihak penyelenggara, Kementerian Luar Negeri AS pada hari pertama dan kedua.
Ada kesalahan apa Presiden RI di forum resmi tersebut hanya sebagai pendengar. Dan sampai tidak tercatat dan terjadwal ikut memberikan pidatonya.
Untuk apa datang ke forum kemitraan tersebut, kalau hanya sebagai pendengar, Indonesia tidak bisa menyampaikan pandangannya tentang macam macam isu tersebut. Apakah pandangan dari RI sudah tidak diperlukan lagi atau ada masalah lain.
Sebelum keberangkatan Presiden ke forum pertemuan ASEAN dan AS semua rencana protokol pertemuan tersebut pasti sudah diterima oleh pemerintah Indonesia, melalui Kemenlu.
Kedatangan Presiden tanpa penyambutan resmi dan tidak tercatat sebagai pembicara pada forum resmi sudah diketahui sebelumnya – atau itu kejadian mendadak. Atau ini sebuah kecelakaan yang sebelumnya tidak terdeteksi. Atau sudah disepakati sebagai kompromi.
Pada forum berpisah paska pertemuan resmi tentang perubahan Iklim memang ada pertemuan Presiden Jokowi dengan Wakil Presiden AS Kamala Harris di Departemen Luar Negeri AS, Washington DC, Jumat (13/5/2022).
Tampak hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain Utusan Khusus Presiden AS untuk Iklim John Kerry, Menteri Energi AS Jennifer M. Granholm, dan Menteri Transportasi AS Pete Buttigieg.
Adapun, Jokowi didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Duta Besar RI untuk AS Rosan Roeslani.
Menimbulkan pertanyaan lain, “kena apa tidak langsung pertemuan dengan Joe Biden dan cukup dengan wakil presidennya Kamalla Haris.?
Semua kegiatan Presiden pasti terpantau dan dipantau oleh seluruh rakyat Indonesia maka, kegelisahan masyarakat atas kejadian tersebut, wajar harus dijelaskan oleh pihak Kemenlu. Bukan hanya penjelasan bahwa bahwa semua kejadian tersebut agar jangan diributkan dan di besar besarkan. Kepergian Presiden adalah atas nama rakyat, negara dan melekat harkat – martabat, harga diri dan wibawa negara.