Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Beredar luas di media sosial bahwa ketika penguasa merasa memiliki negara, semua pejabat dan petinggi lembaga negara hanya loyal kepada penguasa. Ini doktrin Komunis.
Di Amerika, di atas Presiden ada Kongres dan Senat. Di China, di atas Presiden ada kuasa Partai Komunis. Di Indonesia, di atas Presiden ada Luhut.
Mereka terus menyemburkan merasa paling memiliki Pancasila , paling Pancasilais. Terus berkoar koar menebar NKRI harga mati. Pada saat yang sama mereka jual negara dan harga diri bangsa. Mereka tidak lebih hanya seperti jongos, boneka dan penghianat bangsa dan negara.
Indonesia menangis – subsidi dicabut , harga kebutuhan melambung naik, beban rakyat makin berat. Mencari pekerjaan sulit , buruh teraniaya. Tega teganya dalam kondisi sulit, minyak goreng dan vaksin dijadikan sebagai lahan bisnis penguasa. “Ketika rakyat memberanikan diri bertanya pada penguasa, mereka jawab itu bukan urusan saya”.
Hutang negara tanpa kendali, korupsi merajalela. Kekayaan alam diserahkan ke asing. Bebas menguras apa saja yang mereka suka. Tidak jelas bagaimana skema kerja sama dalam eksplorasi sumber daya alam. Bak di sambar petir, sasaran pajak menjamah kemana mana. Sampai menyentuh penjual pulsa dan penjual lapak gorengan di tepi jalan yang sedang bertahan untuk sekedar bisa hidup.
Rakyat hanya bisa mengeluh, dengan sisa sisa keberaniannya, karena tidak mungkin bertanya langsung kepada presiden.
Ketika presiden lewat konon sedang kunjungan kerja – pasanglah poster seadanya hanya ingin bertanya atau mungkin kritik yang masih dlm batas wajar dan normal pun, langsung ditangkap dengan tuduhan hukum yang macam macam. Rakyat yang seharusnya dilindungi hak hak konstitusionalnya, dipersekusi, malah ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan.itu semua doktrin komunis.
Kapal sudah tanpa nakoda – tetapi penguasa masih jumawa mengatur negara suka suka, ketika negara sudah tanpa kontrol. Karena wakil rakyat sudah kesurupan dan MPR lumpuh tak berdaya.
Hiruk pikuk kekacauan negara diingat kan oleh budayawan dan sastrawan senior Taufiq Ismail. Dengan melantunkan sebuah peringatan secara runut dan pelan, agar kita waspada dan hati hati dengan dusta PKI. Dusta besar PKI selalu berselubung seolah olah:
– Mendukung demokrasi
– Hak buruh dihormati.
– Menghormati kebebasan berpendapat.
– Memberi tanah pada petani.
– Sama rata sama rasa.
– Tidak anti agama dan Menghormati dan menghargai HAM.
Terperangah kita, lho ini ada, hidup dan saat ini sedang di mainkan oleh mereka. Para penguasa yang sudah terpapar PKI. Lagi lagi ketika penguasa di ingatkan tentang bahaya PKI akan bangkit kembali, langsung disergap : Mana – mana – mana PKI. Tunjukkan kesaya akan saya gebuk sendiri.
Gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan tampak. Gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak. Bukan aneh tapi itu nyata, bukan tidak tahu tetapi itu diplomasi murahan. Tidak buta dan tuli tetapi itu permainan watak dengan karakter rendahan. Karena kapasitas diri yang terbatas.
Kalau penguasa wis ora iso dikandani dan diingatkan –mbeguguk nguto waton – mlakune sakarepe dewe.
Ketika paham komunis dibiarkan untuk bangkit kembali, kapitalis dan Oligarki diberi kebebasan untuk mengelola dan mengendalikan negara. Sementara civil society (rakyat) terus di bungkam, dilemahkan. Masyarakat dibelah, organisasi rakyat dibeli, mahasiswa dan akademisi bungkam. Dan spirit demokrasi dikerdilkan dg cara memanipulasi kesadaran & membunuh keberanian rakyat, maka sumbu pendek akan meledak rakyat pasti akan melakukan perlawanan.
Rakyat akan bangkit untuk menyelamatkan Indonesia dari malapetaka kehancuran negara. Karena kapal negara sudah kehilangan nakoda. Negara sedang berjalan tanpa arah karena nakoda kapal sedang kesurupan , harus segera diselamatkan agar kapal tidak menabrak karang atau tenggelam di lautan .