Para pejabat di era Rezim Joko Widodo (Jokowi) diduga terpapar Oligarki Neo Komunisme sehingga menjadikan umat Islam menjadi musuh negara.
“Para pejabat yang menjadi boneka terpapar Oligarki Neo-Komunis, sehingga menjadikan Umat beragama, khususnya umat Islam, dijadikan musuh negara, sehingga tak heran apabila oknum-oknum (legislatif yudikatif dan eksekutif) menjadi kelompok yang mendukung Islamophobia,” kata Pakar Pertahanan dari lembaga Pemikir FKP2B, Jumat (6/5/2022).
Kata mantan staf ahli Panglima TNI ini, boneka Oligarkhi Neo Komunisme ini bekerjasama dan berhubungan dengan RRC yang berideologi Komunisme, Marxisme dan Leninisme, meskipun harus melanggar ketetapan MPRS no XXV tahun 1966 dan undang-undang no 27 tahun 1999.
Oligarki Neo Komunisme diduga melalui buzzer melakukan adu domba, antar umat beragama khususnya internal umat Islam, melakukan adu domba antar umat Islam dengan TNI-Polri, diduga berharap untuk terjadi perang saudara, sehingga menimbulkan banyak korban.
“Dari fakta dan data, diduga rakyat atau Bangsa Indonesia / Bumiputra sedang “di-genosida”, diduga untuk ” di-Aboriginkan, di-Indiankan, di-Indocinakan”,” ungkap Deddy.
Pejabat yang diduga terpapar Neo Komunisme Oligarki kata Deddy mengeluarkan berbagai kebijakan dalam bentuk Undang-Undang merugikan rakyat seperti undang-undang Omnibuslaw, undang-undang minerba dll.
“Oknum-oknum aparat hukum dan oknum-oknum aparat keamanan tak mampu menegakkan hukum secara jujur, benar dan adil. Terbukti oknum-oknum aparat hukum dan oknum-oknum aparat keamanan melakukan tebang pilih dalam menegakkan hukum, melakukan kriminalisasi, persekusi terhadap umat Islam kritis / oposisi, dan bahkan membunuh dengan alasan terkait terorisme,” jelas Deddy.
Ia juga mengatakan, Ibukota NKRI dipindahkan dari Jakarta ke Penajam Kalimantan Timur, dalam kondisi ekonomi terpuruk, diduga selanjutnya pembiayaan IKN adalah dengan tukar guling dengan tanah dan bangunan yang berada di Jakarta.
Sementara proyek Kreta Api Jakarta Bandung bangkrut, tetap dilanjutkan dengan biaya dari APBN, pembangunan perumahan di Meikarta dan pembangunan perumahan di Reklamasi pantai Jakarta tetap dilanjutkan, yang tak mungkin dibeli oleh bumiputra karena mahal.
“Pemindahan IKN, proyek kereta api cepat Jakarta Bandung, dan proyek pembangunan perumahan di Meikarta, proyek perumahan di daerah Reklamasi pantai Jakarta, diduga disiapkan untuk oknum-oknum anak keturunan Po An Tui, diduga untuk memudahkan dalam rangka Jakarta dan Jabar untuk “di-Singapurkan / di-Indocinakan”,” pungkas Deddy.