Oleh: Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial)
Agak aneh. Kening langsung mengeryit. Membaca sebuah situs berita. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan penyelidik KPK masih mengumpulkan informasi perihal berbagai aspek dalam perkara dugaan korupsi Formula E.
Hal itu ia lontarkan saat pertemuan Jokowi-Anies di Sirkuit Formula E Ancol sedang ramai jadi perbincangan publik. Tiba-tiba KPK bersuara sumbang. Proses penyelidikan dugaan korupsi Formula E masih berproses di KPK.
Dari kemarin-kemarin KPK juga berbicara seperti itu. Yang kurang dipahami publik itu adalah mengapa tiap kali ada momentum yang menaikkan popularitas dan elektabilitas Anies Baswedan, KPK acap kali bersuara sumbang. Dugaan korupsi Formula E dimainkan. Pembayaran komitmen fee senilai Rp 560 miliar yang dipersoalkan. Sama persis yang diributkan oleh PDIP dan PSI.
Padahal, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tahun lalu telah memenuhi undangan KPK. Menyerahkan segepok dokumen Formula E. Sudah 7 (tujuh) bulan sejak pemanggilan itu, KPK belum menemukan bukti dugaan korupsi Formula E. Mestinya kerja KPK senyap. Bukan malah sibuk berbicara di media.
Wajar bila publik curiga. KPK ikut menggoreng isu dugaan korupsi Formula E bersama partai politik tertentu. Semestinya KPK bekerja profesional. Tidak menjadi kepanjangan partai tertentu. Bila tidak menemukan bukti permulaan yang cukup langsung distop. Sebaliknya, bila sudah ada bukti permulaan yang cukup langsung tetapkan tersangkanya. Bukan malah KPK ikut-ikutan berpolitik praktis dengan menggoreng isu dugaan korupsi Formula E.
Ada pihak-pihak yang bermain. Mencari-cari kesalahan Anies Baswedan. Gagal menginterpelasi Gubernur Anies. Isu dugaan korupsi Formula E dimainkan. Pembunuhan karakter Anies Baswedan. Tidak jadi tersangka, setidaknya mendowngrade popularitas dan elektabilitas Anies Baswedan.
Mereka ketakutan bila Anies Baswedan terpilih jadi Presiden 2024. Popularitas dan elektabilitas Anies harus diganggu. Mereka belum punya tokoh yang bisa mengimbangi popularitas dan elektabilitas Anies Baswedan.
Anies Baswedan dianggap calon presiden paling potensial yang bakal menang Pilpres 2024. Satu-satunya jalan ‘menjatuhkan’ Anies dengan memainkan isu dugaan korupsi Formula E sebelum 2024. Bahkan lebih dahsyat lagi, kabarnya akan diolah oleh pihak tertentu pasca Anies Baswedan tidak lagi menjabat Gubernur per 17 Oktober 2022. Plt Gubernur pengganti Anies Baswedan diisukan dapat tugas khusus. Mengobok-obok dokumen mencari celah menjerat Anies Baswedan. Malangnya bagi mereka, tidak ada jejak korupsi Anies Baswedan di pembayaran fee Formula E senilai Rp 560 miliar itu.
Gelagat elit politik merah dan konglomerat hitam terang benderang, kasar, egois, sok kuasa, norak dan tidak beretika. Ciri khas berpolitiknya orang-orang merah dan kelompok kiri radikal.
“Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS. al-Baqarah: 150)
Garut, 25 Ramadhan 1443/27 April 2022