Persoalan Ade Armando yang dipukuli massa telah menghilangkan substansi demo yang dilakukan mahasiswa. Media massa akhirnya lebih banyak memuat proses pemukulan Ade Armando.
“Pemberitaan media terkesan sudah tidak lagi mengangkat tuntutan mahasiswa. Justru yang menonjol pemberitaan kekerasan yang dilakukan massa terhadap Ade Armando,” kata pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (12/4/2022).
Kata Jamiluddin, ada pergeseran isu di media dari tuntutan mahasiswa menjadi kekerasan yang dilakukan massa. Pergeseran tersebut dinilai sebagai pengalihan isu.
“Perubahan framing tersebut tentu sangat disesalkan. Sebab, media terkesan lebih menonjolkan kekerasan yang dilakukan massa daripada tuntutan yang diperjuangkan,” ungkapnya.
Menurut Jamiluddin, para pendemo di-frame melakukan kekerasan, yang tidak sejalan dengan demokrasi. Kesan tersebut ingin ditanamkan kepada mahsiswa yang melakukan aksi.
Padahal, yang melakukan demo itu tidak semua mahasiswa. Karena itu, bisa saja yang melakukan aksi kekeresan itu orang-orang yang disusupkan untuk melakukan kekerasan agar reputasi mahasiswa jatuh.
“Para penyusup itu bisa saja agenda dari pihak-pihak yang tidak menghendaki mahasiswa demo. Mereka mendisain tindak kekerasan untuk menciptakan keributan sehingga mengalihkan wartawan dari agenda utama mahasiswa melakukan demo,” ungkapnya.
Dalam kasus tersebut, tampaknya motif menciptakan kerusuhan sudah berhasil. Pengalihan isu benar-benar terjadi.
“Karena itu, sebaiknya media melihat aksi demo mahasiswa lebih proporsional. Pemberitaan tidak menonjolkan kekerasan, tapi tetap konsisten pada tuntutan mahasiswa,” jelas Jamiluddin.