by M Rizal Fadillah
Pendeta palsu itu bernama Saifudin Ibrahim alias Abraham ben Moses. Palsu karena omongannya bukan khas pendeta tapi preman jalanan. Mulut kotor penista agama ini berhalusinasi seolah-olah ia paling tahu tentang agama. Murtadin nyebelin yang lagi ketakutan lompat sana lompat sini itu mungkin kini sedang di Brooklyn atau Austin ataupun di Wisconsin. Atau lagi ngumpet di Pom Bensin.
Tampil dengan gagah berani menunjukkan diri sebagai jagoan yang tidak ada rasa takut. Semua ditantang bahkan yakin tidak akan bisa ditangkap. Menyiarkan visual diri dari beberapa tempat ada studio, kebun hingga alun-alun. Saifudin sangat jumawa.
Akan tetapi kini si pendeta palsu ini kelihatan ketakutan setelah diburu FBI sebagai bagian kerjasama Interpol dengan Kepolisian Indonesia.
Belum ada fatwa mati seperti Salman Rushdi sudah gemetar. Dia mulai sadar bahwa Amerika baru memproduk UU penghapusan Islamophobia.
Kerjasama Interpol dapat membuat Saifudin diekstradisi. Penjara sudah menanti dan “napoleon-napoleon” siap mengeksekusi. Mulai ia menjerit-jerit “Yesus tolonglah saya” “saya sedang menantikan Yesus itu”, serunya. Ciut juga nyali si tersangka sambil ngomong “saya dalam pelarian dari kota ke kota sepertinya saya paranoid”.
Ha ha pendeta palsu yang merasa sudah melebihi nabi itu kini pusing tujuh keliling. Oleh umat Kristennya sendiri perilaku mencaci maki keyakinan agama lain itu tidak dibenarkan. Bahkan pelaporan Kepolisian atas ujaran penodaan agama tersebut di antaranya adalah dari komunitas Kristiani. Lalu Saifudin berjuang untuk apa dan untuk siapa ?
Terhadap tersangka Saifudin Kepolisian telah menerbitkan red notice dan ia sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Federal Bureau of Investigation (FBI) memungkinkan untuk segera menangkap dan selanjutnya mengekstradisi pulang ke Indonesia. Saifudin nampaknya bukan akan berbahagia membongkar “oleh-oleh” hasil piknik, tetapi terancam pasal-pasal aturan pidana atas perbuatan yang memenuhi unsur-unsur delik.
Ada Pasal 156 a KUHP yang mengancam penistaan agama penjara 5 tahun dan ada pula Pasal 28 ayat (2) UU ITE mengenai ujaran kebencian berdasarkan SARA yang dikaitkan Pasal 45a ayat (2) yang mengancam penjara 6 tahun. Saifudin sesumbar untuk memakai Lawyer Amerika untuk menghindari penangkapan. Akan tetapi setelah ditangkap nanti lalu diekstradisi, maka Lawyer Amerika itu tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Hai Pudin, tahukah akan nasehat bahwa kalau kau caci bapa orang lain sama saja kau caci bapamu sendiri. Orang yang kau caci akan mencaci serupa. Nah karenanya jangan kau hinakan agama orang lain, sebab saat itu engkau sedang menghinakan agama mu sendiri.
Nah Pudin, bila kau yakin akan pertolongan Tuhan tak perlu mahal-mahal sewa Lawyer segala. Pertanggungjawabkan saja ocehan tak bermutu mu itu di ruang pengadilan. Pulanglah dengan ksatria ke Indonesia, jangan sembunyi atau lompat sana lompat sini. Penampilan sok jagoan padahal pengecut, omongan berdalil padahal banyak dalih. Dusta atau hoax. Horee bisa kena “bikin keonaran” menurut UU No 1 tahun 1946 lho. Pudin sang pendeta palsu paranoid gemetar ketakutan seperti tikus kepergok mencuri keju.
Pudin teh jelema gelo nu make baju agama–Pudin itu orang sinting yang memakai baju agama.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bandung, 9 April 2022