Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengajak semua elit tidak memaksakan ide penundaan pemilu, karena selain ditolak rakyat, secara konstitusi juga tidak memberi ruang saat ini. Jika ide tersebut, tetap dipaksakan, maka akan ada penolakan kuat dari rakyat.
“Ini berarti ada perceraian antara elit dengan rakyat, elit sudah benar-benar bercerai dengan rakyatnya. Karena elit tidak bisa lagi memahami apa yang dirasakan kegalauan, kekhawatiran, kemarahan dan kesedihan publik ini benar-benar seperti terabaikan” ujarnya, Rabu (30/3/2022) petang.
Jika hal ini terjadi, Anis Matta mengkhawatirkan peristiwa jatuhnya Presiden Soekarno, Soeharto dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bakal berulang terjadi lagi pada Presiden Jokowi. Jokowi bisa dijatuhkan oleh rakyat, apabila menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatanya.
“Kan dulu salah satu ide dari pembatasan masa jabatan, karena Pak Harto (Soeharto) terlalu lama. Kita harus menghindari turunnya presiden-presiden kuat dengan tragedi. Bung Karno turun dengan tragedi, Pak Harto turun dengan tragedi, dan kita lihat Gus Dur yang mengeluarkan Dekrit, juga diturunkan dengan tragedi,” ungkapnya.
Ia mengajak para elit bangsa untuk berpikir bahwa satu warisan atau legacy itu, tidak harus diwujudkan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dan kemudian disederhanakan melalui sebuah monumen untuk mengingat keberhasilan.
“Seorang pemimpin itu, harus percaya pada bangsanya sendiri. Yang penting pemimpin itu sudah memulai langkahnya, dan dia tidak bisa memaksakan, bahwa orang yang datang sesudahnya harus mengikutinya. Itu sama saja orang datang sesudahnya ‘tidak punya otak, ‘tidak bisa berpikir’ dan tidak dikasih hak soal itu,” katanya.
Anis Matta menilai semua program infrastruktur, termasuk soal pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang dilakukan Presiden Jokowi pada dasarnya merupakan kelanjutan dari program presiden sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Kalaupun ada perbedaan lebih kepada skemanya saja. walaupun tidak ada kesepakatan antara Pak Jokowi dengan Pak SBY, pembangunan infrasktruktur sebelumnya tetap dilanjutkan,” jelasnya.
Artinya, kata Anis Matta, jika program Presiden Jokowi soal infrakstruktur dan IKN bagus, maka Presiden berikutnya akan melanjutkan program tersebut dengan sendirinya, tanpa perlu ada kesepakatan seperti yang terjadi antara Presiden SBY dan Presiden Jokowi.
“Jadi kalau programnya bagus akan dengan sendirinya programnya dilanjutkan. Tapi saya ingin katakan juga, bahwa semudah apapun keputusannya yang diambil, seperti Cipta Kerja dan IKN tetap tidak selesai begitu saja, masih ada masalah. Ini seperti anak yang lahir prematur, akhirnya jadi stunting,” katanya.
Anis Matta menyadari bahwa godaan liar terhadap ide penundaan pemilu ini, sangat besar dan luar biasa dari orang yang kehidupannya dan bisnisnya terkait dengan masa jabatan presiden. Ia sudah menyerukan agar hal ini dibongkar, karena ada agenda tersembunyi.
“Dalam tradisi bangsa kita, ada istilah jangan keterlaluan kira-kira begitu. Ini perlu kita perhatikan, karena biasanya ada pembalikan yang berbahaya bagi yang punya ide terhadap dirinya sendiri,” tegasnya.