Oleh: M. Fauzi Sutopo (Penasehat ICMI Orwilsus Bogor, Sekum PD Muhammadiyah Kota Bogor)
1. Pengantar
Pada awalnya ICMI didirikan oleh para mahasiswa di UB Malang pada tahun 1990-an bukanlah “sebuah gerakan yang pro Pemerintah” yang saat itu kiprahnya (pasca dilahirkan) tidak hanya di lingkup pemikiran namun juga aktualitasnya dalam ranah Pemerintah sehingga saat itu dianekdotkan bahwa ICMI singkatan dari “Ikatan Calon Menteri Indonesia” dengan beberapa tokoh utama Nasional …. sebut saja tokoh sentral kekuasaannya saat itu adalah Prof. B.J. Habibie ….. Wakil Presiden RI sehingga saat reformasi bergulir tongkat kepemimpinan sesuai konstitusi menjadi Presiden RI ke-3 dan benar adanya banyak dari mereka para tokoh nasional yang menjadi tokoh ICMI duduk sebagai Menteri di berbagai Kementrian RI yang ada saat itu.
2. Pendekatan Teologis
Dalam pendekatan … aspek historis, de yure, de facto, sosiologis maupun politis, kebudayaan serta agama … sosial keagamaan sudah banyak penulis yang telah menuangkan pikirannya … namun dari kacamata dakwah bil-hal mengapa ICMI didirikan masih kurang banyak dalam bentuk narasi komprehensifnya di tataran praktis di luar apa yang sudah dikerjakan oleh Ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, Persis, PUI, dllnya ….. untuk itu penulis mencoba menuangkan pikiran ini dalam pemahaman yang sebatas kami tahu dan kerjakan untuk sekedar dapat dijadikan bagi kepengurusan ICMI saat kini yang kebetulan saat kini dikomandani oleh adik kelas sekaligus sahabat perjuangan penulis dalam hal-hal khusus ….. sebagai Ketua Umum MPP ICMI Prof. Dr. Arif Satria;
Kalau kita lihat dari sudut lain, sesungguhnya ICMI dilahirkan untuk memberikan peran besar terhadap umat Islam untuk mewarnai Indonesia dalam kancah NKRI menuju Baldatun Thoyibatun wa Rabbun Ghaffur sekalipun dalam perjalanannya penuh riak dan gelombang yang bisa menghempaskan ICMI itu sendiri ….. namun karena ICMI dibangun atas kesadaran umat Islam periode 1980 – 1990-an dan mendapat dukungan luas dari berbagai Ormas Islam dan gerakan dakwah di Kampus dari para mahasiswa Islam saat itu … sehingga wajar dukungannya begitu sangat masif dan menjadi kekuatan baru di percaturan politik berbasis umat Islam apalagi Ketua Umumnya BJ Habibie yang mendapat support penuh dari Pemerintah saat itu, Pak Suharto, Presiden RI.
Untuk itu di era disrupsi 4.0 saat ini yang begitu instant dan sangat cepat ….. sementara kita tahu dengan salah satu ayat dalam Al Qur’an (QS 3:104) maka kita sebagai khalifatul fil ardl wajib mengamalkannya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 104)
Ataukah kita mau terkena sanksi …. sebagaimana dinyatakan dalam QS Al Furqon (25) : 30,
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَقَا لَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰ نَ مَهْجُوْرًا
“Dan Rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini diabaikan.”
(QS. Al-Furqan 25: Ayat 30)
Untuk itu, mari kita sebagai Kader ICMI yang menyerukan bahwa
agar “…. ada sekelompok orang menyeru berbuat makruf dan mencegah kemungkaran …. dalam hal ini sebagai upaya dalam menegakkan prinsip al amr bil al ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar”
3. Lintasan Sejarah dan Makna Cendekiawan
Hanya jadi … bisa terjadi “ICMI akan Runtuh” bila para Kader ICMI diam tak berbuat apapun terutama dalam dakwah bil-hal … terutama dalam menata alam pikirannya dan peran aksinya sekedar menggunakan kacamata kuda dan kurang berpikir dengan akal sehat sehingga rengrengan ICMI dimaksud adalah kelompok a-kritik, a-demokratis, dan a-historis ….. tentunya tidak mau disebut demikian ….. karena dulu juga ada tokoh ICMI sekaliber Emha Ainun Najib (“Cak Nun) selalu melakukan otokritik terhadap ICMI saat itu.
Kita lihat apa definisi Cendekiawan yang menurut rumusan Siswanto Masruri (2005)¹ yang ditulis kembali oleh MA Fattah Santoso (2021)² adalah “orang-orang yang, dengan atau tanpa latar belakang pendidikan tertentu, mampu menciptakan, memahami suatu ilmu pengetahuan dan menerapkannya dalam bentuk pemikiran atau ide, dalam berbagai aspek kehidupan secara simbolik, rasional, kreatif, bebas, dan bertanggung jawab atas dasar nilai-nilai esensial pandangan hidup mereka”
Rumusan demikian apa yang dimaknai sebagai hasil kajian yang konklusif (dari berbagai pengertian yang dikemukan oleh berbagai pakar, seperti Lipset, Merton, Weber, dan Parson … sebagaimana dalam rumusan Masruri, 2005 ketika meneliti pemikiran Humanitarianisme Soedjatmoko, salah satu cendekiawan Indonesia terkemuka).
Maka kita wajar dapat memahaminya bahwa cendekiawan tidak harus dihubungkan dengan kelompok akademisi an-sich (berpendidikan tinggi, khususnya universitas … saja). Orang-orang yang setengah terdidik (tidak sampai pendidikan tinggi) dan otodidak dapat saja disebut sebagai cendekiawan sepanjang mereka dapat memahami “Materi Ilmu Pengetahuan dan Menerapkannya dalam Bentuk Pemikiran atau Ide”.
Filsuf Inggris (Herbert Spencer), sekalipun tidak memiliki kualifikasi akademisi tertentu, dikenal sebagai cendekiawan terkemuka pada zamannya.
Untuk itu, maka salah satu karakteristik penting cendekiawan adalah “kemampuan menerapkan pengetahuan yang dipahaminya dalam bentuk pemikiran atau ide ….. sehingga orang-orang yang memiliki latar belakang gelar akademis tidak otomatis disebut cendekiawan selama belum mampu menerapkan pengetahuan yang dipahaminya dalam bentuk pemikiran atau ide” (Santoso, 2021).
Ada baiknya rujukan dari seorang ahli Sosiologi Malaysia terkemuka “Syed Hussein Alatas” terkait penerapannya dalam langkah-langkah³ keseharian sebagai cendekiawan, yaitu (4 mampu):
(1) melontarkan masalah (ke publik),
(2) mendefinisikan masalah,
(3) menganalisis masalah, dan
(4) mengajukan solusi atas masalah.
Karena itu, cendekiawan mempunyai tugas subtantif sebagai problem solver bagi masalah-masalah sosial-kemasyarakatan sesuai dengan komitmennya pada kemanusiaan sehingga kerjanya harus berbasis pada kerja moral ( “revolusi akhlak”) yang berarti tidak menarik keuntungan sosial politik dan mengejar tujuan-tujuan praktis.
Untuk itu menurut Edward Said (1994)⁴ bahwa ada 3 (tiga) peranan penting atas cendekiawan, yaitu:
(1) menjaga jarak dengan kekuasaan (a sense of exile), sehingga siap berada dalam posisi marjinal dan dikucilkan dari pusat kekuasaan,
(2) menyuarakan kebenaran di hadapan kekuasaan (karena selalu menyuarakan kebenaran dengan sebaik kemampuannya),
(3) berpandangan sesuai keahliannya.
Hal ini sejalan dengan bahwa cendekiawan mempunyai 4 (empat) peranan penting (Lipset dan Basu, 1975)⁵, meliputi atau sebagai:
(1) gatekeeper : penjaga gawang yang aktif membuka pintu-pintu ide, menjadi juru bicara pembaruan;
(2) moralist dalam hal ini sebagai moralis aktif menguji dan memberi nilai;
(3) preserver “pelindung” yang memberi kerangka teoritis pada opini umum;
(4) caretaker pengemban yang aktif dalam kegiatan administrasi dan organisasi masyarakat.
5. Ranah ICMI dalam Dakwah Bil-Hal
Atas dasar pemikiran sebagaimana diuraikan diatas sebagai makna filosofis dari cendekiawan ….. maka tugas dan peranan ICMI di era disrupsi 4.0 haruslah didasarkan pada nilai-nilai Islam yang menjadi pandangan hidup organisasinya yang secara terminologis dapat diperbincangkan secara berkesinambungan sesuai visi dan misi Ketum MPP ICMI 2021 – 2026⁶ ….. agar lebih bermanfaat bagi masyarakat kebanyakan sekaligus sebagai khairunnas anfa’uhum linnas Aamiin ya rabbalallaamiin.
Tentunya ….. hal ini sejalan dengan 4 (empat) Misi Ketum MPP ICMI, yaitu:
1. Sumber Inspirasi Bangsa; dalam hal ini mengkonstruksi desain peradaban baru memuat kerangka ideologis dan teknokratis tentang solusi masa depan, sehingga ICMI sebagai poros utama perubahan;
2. Rumah Bersama Ummat Islam; dalam hal ini menjadi HUB untuk memperkuat konektivitas antar ormas Islam agar kebih sinergis dan kolaboratif dalam merespon tantangan perubahan;
3. Mengawal Proses Transisi Demokrasi; dalam hal ini mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara dalam hal: sehat secara politik, adil secara sosial, dan makmur secara ekonomi;
4. Memiliki Kepeloporan dalam Agenda Aksi; dalam hal ini melaksanakan Aksi dalam inovasi teknologi dan sosial untuk mengatasi masalah kemiskinan, krisis multidimensi (pangan, lingkungan, energi, ekonomi), kesehatan, dan pendidikan yang konkrit, sistemik dan berkelanjutan.
Artinya pemanfaatan inovasi teknologi yang sekaligus sebagai pengejawantahan dalam Aksi ICMI sebagai gerakan Dakwah Bil-Hal yang pada saat berdirinya ICMI perlu diaktualisasikan lagi, misalnya bagaimana ICMI membangun ranah ekonomi syariah mulai dari BMI, BPRS dan BMT merupakan icon ICMI yang saat itu tidak (baca: belum) menjadi ruang dakwah bil-hal Ormas-ormas Islam … tapi ICMI punya Icon syar’i dalam kancah upaya memakmurkan umat sekaligus bangsa melalui “Gerakan Syar’i Ekonomi Islam” untuk masyarakat Puritan (Sutopo, 2021⁷) juga dalam mengeksistensikan peran pesantren dalam kiprahnya sebagai pusat ekonomi umat … dari umat, oleh umat dan untuk umat dengan gerakan reaktualisasi “Kopontren” terutama saat itu Menteri Koperasi RI-nya Mas Adi Sasono (eks officio Sekjen MPP ICMI).
Dalam hal kiprah ICMI yang telah dirintis dalam gerakan Syar’i Ekonomi Islam dimaksud … tentunya selain berkiprah dalam pemikiran, ada baiknya juga membantu hal-hal yang terkait dengan kebangkitan ekonomi umat secara langsung sebagai gerakan Dakwah Bil-Hal, misalnya:
Dakwah Bil-Hal dalam Syar’i Ekonomi Islam:
1. Menerapkan Kebijakan yang berpihak kepada akar rumput (grass root) yang lebih peduli pada level membangun fasilitas untuk menumbuhkan kemudahan dalam hal permodalan pada UMKM dan Koperasi sebagaimana dulu pernah dilakukan oleh Mas Adi Sasono, alm.
Sekedar untuk bahan referensi “Bagaimana Muhammadiyah selevel Cabang / Daerah di Bogor” telah membuat gerakan kepedulian terhadap umat selain mendirikan Rumah Kader juga Sekolah UMKM yang in syaa Allah menjadi “Icon Dakwah Bil Hal” Persyarikatan.
2. Membuat kebijakan melalui K/L serta BI/OJK yang mampu menghidupkan kembali BMT atau BMM juga BPRS dan Koperasi Syariah (KS) yang terdampak Pandemi C-19 sehingga lembaganya yang Kolaps (karena nasabah/mitra mereka usahanya terpuruk) ….. bahkan ada yang hampir pailit bahkan ada yang tutup ….. dalam hal ini adanya bantuan modal bagi LKM Syariah (BMT dan BMM dan Koperasi Syariah/KS termasuk Kopontren) ….. untuk meneruskan cita-cita Alm Prof. BJ Habibie, Prof. Amin Aziz dan Mas Adi Sasono.
3. Bank besar Umum dan Devisa semacam BMI yang setiap warga Muslim punya andil Rp. 10.000 dan kelipatannya (saat pendiriannya) merupakan Bank perekat umat terutama bagaimana bersinergi dan berjejaring dengan BPRS (termasuk “BPRS ICMI Bina Rahmah”) dan/atau BMT/BMM atau KS (koperasi syariah) termasuk Kopontren dan KS lainnya yang dahulu menjadi “Icon ICMI”.
Artinya peran ICMI pada era disrupsi 4.0 apa yang menjadi keinginan (cita-cita) dan misi Ketum MPP ICMI (yang sekaligus memanggul frasa kecendekiawanan) ….. “bahwa kehadiran ICMI sebagai Ormas Islam yang memiliki kepeloporan dalam agenda aksi (misi 4)” dapat dilaksanakan dalam tataran praktis atau sebagai gerakan Dakwah Bil Hal di Indonesia … misalnya mulai dari berupa … bagaimana mendata jumlah BMT se-Indonesia karena Bapak B.J. Habibie pernah mendeklarasikan 10.000 BMT apakah jumlah tersebut sudah tercapai ….. apabila telah tercapai silahkan dikelompokan mana BMT/BMM dalam kategori kelompok:
a. Sehat,
b. Hampir Sehat,
c. Hampir Bangkrut,
d. Pailit (baca: Tutup).
Bagaimana pula bila belum?
Dakwah Bil-Hal dalam meretas Simpul Sinergi- Terpadu
Dakwah bil Hikmah lainnya dalam meretas persoalan umat dalam “Bidang Kepeloporan Syar’i Ekonomi Islam” untuk Dakwah Bil-Hal sebagaimana telah diuraikan sebelumnya ….. hendaknya juga harus mampu bersinergi dengan lembaga non-K/L seperti BAZNAS dan BWI yang penanggung jawabnya seperti di BWI adalah Prof. M. Nuh (mantan Ketua ICMI Orwil Jatim) ….. perlu dicarikan tautan benang merahnya sehingga kondisi BMT/BMM (kategori butir c dan butir d) mampu hidup kembali guna perannya dalam syar’i ekonomi Islam.
Dakwah Bil-Hal dalam Pendidikan
Kepeloporan ICMI lainnya di bidang Pendidikan secara kasat mata walaupun level “Madrasah” sekelas Madrasah Insan Cendekia (“MIC”) mampu menghasilkan anak didik yang berkualitas dalam hal akhlak (baca Moral Islami), berpengetuhan tinggi (Ulil Albab mumpuni) yang lulusannya terbukti hafidz dan paham teknologi tinggi sehingga mampu meneruskan Pendidikan Tinggi (PT) tidak saja di PT Negeri yang favorit juga Universitas di Luar Negeri ….. hal demikian ini ….. “MIC” perlu diperbanyak tidak saja berhenti hanya pada 2 (dua) sekolah di “MIC” BSD-Serpong dan “MIC” Sulsel … harusnya 34 propinsi di Indonesia ada “MIC”-nya …..
itulah harapan bagi umat atas kehadiran ICMI
6. Penutup
Semoga Mas Prof. Arif Satria senantiasa diberikan kesehatan dan kecemerlangan khususnya dalam mengaktualisasikan Gerakan Dakwah Bil-Hal … yang dalam hal ini … sebagai Ketua Umum MPP ICMI in syaa Allah mampu merealisasikan Visi dan Misinya karena punya jejaring yang kuat dan mumpuni dalam melaksanakan 4 (empat) misinya ….. in syaa Allah ….. Aamiin ya Rabbal Allaamiin.
Kiprah ke”cendekiawan”an sebagaimana dirumuskan dalam rumusan frasa Cendekiawan menurut Masruri (2005) dalam Santoso (2021) yang dicontohkan sebagaimana uraian diatas … berharap menjadi gerakan Dakwah Bil-Hal ICMI ….. dan itu dapat terlaksana bila semua Kader ICMI bahwa itu semua sebagai kewajiban (obligation/mandatory dan bukan voluntary) semua insan cendekia yang bergabung dalam ICMI yang tidak saja pada tataran pemikiran tapi juga … yang lebih penting … adalah bagaimana menjadikan ICMI sebagai Gerakan Dakwah Bil-Hal.
Wallahu’alam bissawab.
Nasrun Minnallah wa Fathun Qariib.
Salam Hormat dan
Salam Sehat
Bogor, 29 Sya’ban 1443 H / 29 Maret 2022 M.
Referensi:
¹ Masruri, Siswanto, 2005. Humanitarianisme Soedjatmoko: Visi Kemanusian Kontemporer. Yogyakarta. Pilar Media.
² Santoso, MA Fattah, 2021. Civil Society Perspektif Islam dan Barat: dari Wacana Global ke Gerakan di Indonesia. IB Pustaka – Litera Cahaya Bangsa. Yogyakarta.
³ Alatas, Syed Hussein, 1977. Intellectuals in Developing Societies, London: Frank Cass.
⁴ Said, Edward, 1994. Representations of the Intellectuals, London: Vintage.
⁵ Lipset S.M dan Asoke Basu, 1975. Intellectual Types and Political Roles dalam Lewis A. Coser. The Idea of Social Structure, New York: Harcourt, Brace.
⁶Satria, Arif, 2021. Visi Misi Calon Ketua Umum ICMI 2021 – 2026.
⁷ Sutopo, M. Fauzi, 2021. Dinamisasi ICMI pada Era Disrupsi 4.0; Suatu Otokritik: Quo Vadis ICMI?.