Massa Aksi Melawan Oligarki

Oleh: *Yusuf Blegur

Kehidupan dunia tak akan pernah lepas dari siklus sejarah. Peradaban manusia selalu diwarnai konflik antara yang hak dan batil. Dari masa primitif dan jaman jahiliyah hingga era modern, manusia senantiasa dalam pertarungan kebenaran melawan kejahatan. Tak hanya terjadi pada fase kegelapan, kebiadaban tetap bisa hadir dalam suasana pencerahan di tengah berlangsungnya doktrin agama sekalipun.

Begitupun Indonesia yang menjadi irisan dari gejolak dan peperangan dunia. Realitas global yang menjadi episentrum kapitalisme. Membuat isi dunia baik negara maupun populasinya, berbondong-bondong mengejar materi. Memburu kenikmatan dunia, menghalalkan segala cara demi harta dan jabatan. Harus ada ordo superior dan imperior, menaklukkan kelas-kelas miskin dan marginal atau lumpen proletar. Berambisi memenuhi kepuasaan yang tak akan pernah diraih sepanjang waktu hingga menemukan ajalnya.

Mengusung Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, tak membuat bangsa ini serta merta menjadi negara kesejahteraan. Bukan hanya gagal mewujudkan kemakmuran dan keadilan. Kekuasaan justru menghadirkan banyak konflik dan tragedi kemanusiaan. Sifat-sifat manusia seakan telah memasuki substansi kebinatangan. Perdamaian hanya bisa diwujudkan dengan peperangan. Orang dan komunitas yang kuat semakin ganas memangsa yang lemah. Unjuk kekuasaan penuh ambisi menaklukan peradaban, mempertontonkan kekuasaan menindas yang lemah, membuat yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Ketuhanan Yang Maha Esa semakin terabaikan, Keuangan terus leluasa dan menjadi idola.

KRL-KKN Mendorong “People Power”

Saat konsep politik yang memisah relasi negara dan agama mengalami kegagalan dan kebuntuan. Rakyat Indonesia yang sejatinya kaya spiritual dan kental mewarisi nilai-nilai religi. Kini kian terpuruk dan menuju titik nol bahkan minus dari ideal, menjurus kebangkrutan moral bangsa yang diikuti jatuhnya ekonomi, politik dan hukum secara nasional. Terancam menjadi negara gagal, huru-hara terus mengintai dan kehidupan rakyat diambang kehancuran. Bahkan di negeri ini tak boleh ada sedikitpun dan terlihat ruang keberadaban.

Mencuatnya pelaporan Ubedilah Badrun terhadap Gibran Rakabuming Putra dan Kaesang Pangarep ke KPK atas dugaan keterlibatan KKN. Menjadi titik tolak dan triger menggugat problematika yang menjadi sumber masalah negara yang belum dituntaskan dari agenda reformasi. Setelah dua bulan lebih belum ditindaklanjuti KPK, isu KKN menjadi salah satu faktor penting adanya kegelisahan “silent mayority”. Gugatan praktek-praktek KKN yang menyuburkan oligarki, menjadi semacam respon puncak atas distorsi penyelenggaraan negara yang telah mengalami krisis multidimensi. Karut marutnya pemerintahan yang berakibat pada kesengsaraan rakyat. Semakin menyiratkan kekuasaan oligarki yang begitu dominan dan hegemoni terhadap pemerintahan. Rezim benar-benar dibawah ketiak oligarki dan rakyat meniadi korban dari kesewenang-wenangan penyelenggaraan negara.

Produk UU KPK, omnibus law, IKN, JHT dan semua upaya penghianatan konstitusi termasuk usulan penundaan pemilu 2024 demi kepentingan oligarki. Ditambah dampaknya terhadap kelangkaan bahan pangan, korban penggusuran dan perampasan lahan untuk industri dan pertambangan, serta pelbagai penderitaan hidup rakyat akibat praktek-praktek KKN yang berlindung dalam oligarki. Miris melihat ibu-ibu antri minyak goreng berdesak-desakan, terjatuh sakit hingga menyebakan kematian. Kelangkaan dan mahalnya sembako serta kebutuhan rakyat lainnya, menegaskan betapa negara dalam keadaan bahaya dan perlu langkah-langkah penyelamatan dari semua anak bangsa. Meski rezim lebih sibuk mengangkat sekulerisasi dan liberalisasi baik negara maupun agama, sembari gemar melebur dalam ritual klenik kesesatan.

Komite Rakyat Lawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KRL-KKN) telah terbentuk, untuk mengawal tindak lanjut KPK pada laporan ubedilah Badrun dosen UNJ dan aktifis 98 itu. Pada akhirnya membentuk lokomotif sekaligus membersamai semua gerbong kesadaran kritis dan gerakan perlawanan rakyat yang semakin eskalatif dan akumulatif. KRL-KKN mewujud rumah solideritas bagi setiap elemen gerakan yang memperjuangkan perubahan dan kehidupan yang lebih baik. Mahasiwa, aktifis 98, buruh, rakyat korban penggusuran dan perampasan tanah, dan semua anak bangsa yang mengalami penindasan rezim boneka oligarki.

Seperti memenuhi panggilan dan mengikuti siklus sejarah, KRL-KKN*l yang dimotori Aktifis 98, mahasiswa, buruh dan elemen gerakan kesadaran kritis dan perlawanan lainnya yang beradal dari rakyat tertindas. Seakan kembali menemukan momentum kebangkitan nasionalisme seluruh anak bangsa. Bersama rakyat, ada panggilan moral dan darah juang yang ingin mengembalikan Indonesia kepada jalan yang sesuai dengan amanat penderitaan rakyat. Menemukan kembali arah dan tujuan negara bangsa ini pada relnya sesuai Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI serta cita-cita proklamasi kemerdekaan.

Pada akhirnya saat ekonomi, politik dan hukum menjauhkan rakyat dari kemakmuran dan keadilan. Saat negara gagal menghadirkan kesejahteraan bagi rakyatnya, sementara rezim kekuasan berlaku otoriter dan diktator, menggunakan konstitusi dan institusi pemerintahan sebagai legalitas dan legitimasi alat penindasan.

Maka tak ada kata lain, tak ada narasi lain dan tak ada penjelasan lain. Kecuali rakyat bersatu turun ke jalan merobohkan setan yang berdiri mengangkang. Bergerak dalam kekuatan ekstra parlementer, menggalang semua kekuatan melawan tirani oligarki. Menghidupkan kembali revolusi, seraya menciptakan barisan dan gelombang massa aksi. Sebuah gerakan “people power” melawan oligarki dan menjadikan KKN sebagai musuh bersama.

Seluruh rakyat Indonesia kini berada dalam situasi dan kondisi, bangkit melawan atau diam tertindas.

Salam perjuangan, salam KRL-KKN.

*Mantan Presidium GMNI

Simak berita dan artikel lainnya di Google News