Oleh: Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial)
Setidaknya ada 4 (empat) momentum people power atau ekstra konstitusional yang diabaikan begitu saja.
Pertama, momentum jutaan lautan manusia memenuhi Monumen Nasional yang terletak hanya ratusan meter dari Istana Presiden.
Saat peringatan Reuni 212 tahun 2018. Setahun sebelum Pilpres 2019 yang mengharu biru itu. Massa memadati Monas dan memenuhi jalan hingga Tugu Tani dan Bundaran Hotel Indonesia.
Setelah Reuni 212 tahun 2018. Tiga tahun terakhir, 2019, 2020 dan 2021. Momentum jutaan massa Reuni 212 gaungnya makin mengecil. Tidak sebesar ketika Reuni 212 tahun 2018.
Kedua, momentum jutaan orang menjemput kepulangan Imam Besar Habib Rizieq Shihab di Bandara Soekarno Hatta pada 10 November 2020.
Jalan tol bandara macet total oleh massa IB HRS hingga ke daerah Petamburan. Massa berdiri di pinggir jalan menyambut kedatangan IB HRS. Mirip penyambutan pahlawan yang akan memimpin revolusi. Belum pernah terjadi penyambutan tokoh politik Indonesia seperti penyambutan IB HRS.
Ketiga, pembantaian 6 (enam) Laskar FPI secara sadis dan kejam yang diduga melibatkan petinggi militer, intelijen dan kepolisian. Rakyat diam dan tidak bergejolak. Malah, IB HRS dan petinggi FPI dipenjara dengan alasan hukum yang sulit bisa dibenarkan oleh orang-orang yang waras.
Jutaan massa Reuni 212 dan massa penyambutan IB HRS di Bandara Soekarno Hatta, 10 November 2020 nyaris tak bersuara. Tindakan represif (menekan, mengekang, menahan, atau menindas) yang dilakukan aparat keamanan membuat massa 212 tidak dapat beraksi sama sekali.
Keempat, kelangkaan minyak goreng awal tahun 2022. Kabarnya bakal diikuti kelangkaan sembilan bahan pokok lainnya. Harga-harga melambung tinggi.
Antrian minyak goreng dimana-mana. Bahkan menelan korban jiwa. Meninggal karena kelelahan dan kepanasan. Mirip-mirip suasana sebelum kejatuhan Presiden Soekarno.
Rakyat pasrah. Politisi diam. Aktivis pergerakan tiarap. Pegiat media sosial cuma rame di media sosial. Nyaris tak ada pergerakan sama sekali.
Pergerakan konstitusional. Menekan rezim untuk memperpendek kekuasaan sebelum 2024. Rezim oligarki malah sebaliknya, sibuk soal perpanjangan masa jabatan presiden yang inkonstitusional itu.
Momentum itu telah hilang kawan! Sulit untuk berkumpul kembali seperti Reuni 212. Takut telah menghinggapi aktivis pergerakan. Bangkit melawan atau diam ditindas hanya jadi sticker WhatsApp. Nyatanya kita sedang tertidur pulas dalam ketakutan yang luar biasa.
Saat terbangun. Kekuasaan telah beralih. Sebelas-dua belas dengan rezim hari ini. Pilpres 2024 terancam lebih brutal dan sadis. Curang untuk memenangkan calon yang didukung oligarki politik dan ekonomi. Sementara calon presiden yang didukung rakyat dicurangi habis-habisan. Akhirnya kita hanya bisa meratapi nasib! Neo komunisme telah berkuasa.
Bandung, 13 Sya’ban 1443/16 Maret 2022