by M Rizal Fadillah
Setelah kejutan Bahlil yang ditindaklanjuti Cak Imin (PKB), Zulhas (PAN), dan Airlangga (Golkar) maka goncanglah singgasana Istana. Ketiga Ketum melempar wacana Pemilu mundur. Muncul sikap berbeda dari partai-partai yang memiliki figur yang siap dipertarungkan. PDIP (Puan), Gerindra (Prabowo) dan Nasdem (mungkin Anies). Ketiga partai ini menolak penundaan Pemilu khususnya Pilpres.
Mundurnya Pemilu dicurigai inisiatif Presiden Jokowi karena Ia yang sangat diuntungkan oleh penundaan. Baik karena banyak program yang masih perlu proteksi oliigarkhi termasuk pindah IKN, maupun perlindungan untuk sang anak Gibran dan Kaesang yang sedang goyah diterjang masalah. Pilihan tiga periode dan perpanjangan jabatan telah menjadi isu yang timbul tenggelam. Walaupun dibantah oleh Jokowi tapi manuver politik di lapangan selalu berbeda. Plintat-plintut.
Bila terbukti bahwa pengunduran Pemilu adalah inisiatif Jokowi, maka konsekuensinya menjadi cukup berat. Presiden telah melanggar Konstitusi yaitu Pasal 7 UUD 1945. Dengan pelanggaran Konstitusi Jokowi dapat dikategorikan melakukan perbuatan tercela ketatanegaraan. Artinya Pasal 7A UUD 1945 dapat digunakan untuk memundurkan Presiden Jokowi.
Sebenarnya banyak perbuatan atau kebijakan Jokowi yang memungkinkan Jokowi lengser di tengah jalan. Masalah pengelolaan ekonomi dan pandemi, karut marut penegakan hukum, hutang luar negeri, bahkan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Semua itu telah menebalkan dosa politik rezim. Kini ditambah dan mungkin kulminasi berupa agenda perpanjangan masa jabatan.
Soekarno berdasarkan Tap No III/MPRS/1963 ditetapkan menjadi Presiden seumur hidup lalu jatuh atau dimundurkan pada tahun 1967. Soeharto setelah Pemilu 1997 memperpanjang masa kepresidenan juga runtuh pada tahun 1998. Nah, Jokowi yang mencoba untuk memperpanjang satu atau dua tahun dari masa habisnya 2024 atas usulan Cak Imin, Zulhas, dan Airlangga, diprediksi akan mengalami nasib yang sama.
Pemunduran Pemilu adalah jalan menuju pemunduran Jokowi. Meskipun sudah mulai terdengar pula suara-suara “Jika Pemilu dimundurkan, maka masa jabatan Presiden sebaiknya dipercepat”. Artinya sebelum tahun 2024.
Mana yang benar dan akan terjadi ? Kita ikuti dan perhatikan dengan seksama.
Kemarin ada pelajaran penting yang diingatkan saat Isra dan Mi’raj, yaitu salah satu ayat yang diperlihatkan tentang orang yang mencari kayu bakar, mengikat, dan memikul. Cukup berat dan payah. Tetapi ia terus saja mencari, mengikat, dan memikul. Jibril menerangkan itulah tipe orang yang terus menerus meminta untuk memikul amanat meskipun sebenarnya sudah tidak mampu lagi.
Dia masih saja ingin menambah dan memperpanjang amanat.
Qur’an mengingatkan bahwa manusia itu “dholuman jahula” (zalim dan bodoh). Pejabat yang zalim dan bodoh ‘kebangetan’ akan hilang rasa malunya. Semua rasanya benar.
Orang yang memperpanjang amanat padahal sudah tidak mampu, jangan-jangan saat mati mayatnya nanti semakin memanjang. Jangankan langit, bumi pun enggan menerima.
Ah cuma satire saja, kok pak.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 1 Maret 2022