Kasus pengepungan dan penangkapan warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo bentuk contoh demokrasi prosedural dibajak pemimpin berwatak otoriter.
“Kasus Meikarta, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, UU Cipta Kerja, IKN pindah dan kasus Wadas adalah sedikit contoh demokrasi prosedural dibajak pemimpin berwatak otoriter dan inner cyrcle-nya,” kata Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma’mun Murod Al Barbasy, Senen (14/2/2022).
Kata Ma’mun, bahaya demokrasi prosedural bisa dibajak oleh pemimpin berwatak otoriter dan inner cyrcle-nya. “Demokrasi tak lebih menjadi prosedur untuk mendukung dan membenarkan kebijakan politik yang otoriter ditopang inner cyrcle-nya,” jelasnya.
Pengamat Politik Citra Institute Yusa’ Farchan menilai, stagnasi atau perlambatan demokrasi Indonesia salah satunya disebabkan karena proses demokrasi telah dibajak oleh kekuatan oligarki.
“Salah satu problem demokrasi kita saat ini adalah kegagalannya dalam menghasilkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas dari korupsi. Ini terjadi karena sistem demokrasi yang kita bangun lebih berorientasi pada institusionalisasi lembaga-lembaga demokrasi ketimbang pembentukan karakter para aktor demokrasi dan penyelenggara negara. Meskipun pemilu berlangsung bebas dan dianggap demokratis, korupsi politik justru tumbuh subur. Panggung demokrasi akhirnya dikuasai para oligarki,” ujar Yusa’.
Hal itu dia sampaikan dalam Webinar dan Bedah Buku “Demokrasi, Pemilu dan Politik Uang” yang digelar oleh Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten Kuningan, Jawa Barat secara daring, Selasa (9/11/2021).
Yusa’ menambahkan dari pemilu ke pemilu pasca reformasi nyaris tidak ada progres signifikan dalam menyambut hadirnya musim elektoral kecuali sebatas bagaimana elite politik memperebutkan dan mempertahankan kekuasaannya.
Politik akhirnya hanya menjadi sekedar soal siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana tanpa dibarengi dengan pembaharuan konsep reinventing masa depan Indonesia dan penguatan sistemik terhadap pilar-pilar penting demokrasi.