Pukulan yang tepat sasaran dalam bertinju menjadi kunci keberhasilan bagi para petinju. Berbagai jenis pukulan dalam olahraga tinju. Ada yang sifatnya tiba-tiba, dengan jangkauan pendek dan cepat, serta mengarah ke bagian wajah lawan. Ada pula yang memanfaatkan siku dengan gerakan memutar.
Jenis pukulannya bisa bertipe Cross, Hook, Jab, Long Hook, Low Blow, Rabbit, Punch, Straight, Swing dan Uppercut.
Sejak amandemen UUD 45 semua jenis pukulan bertubi-tubi menimpa Pancasila, upaya menghancurkan dan merobohkan Pancasila :
Sebelum sampai pukulan telak Uppercut final terang terangan mengganti Pancasila, pukulan jurus sekuler dan liberal pukulan awal untuk melemahkan agama khususnya umat Islam.
Disusul pukulan jurus gaya otoriter dan represif, menghilangkan nilai nilai humanisme, tangkap para ulama dan siapapun yang membawa nilai nilai agama (kebenaran dan keadilan) sikat habis dengan memunculkan gaya bengis dan zalim.
Jurus adu domba tetap dimainkan memecah sosial dan psiko politik. Presiden bersama pelatihnya mengurai konsentrasi, persatuan dan kesatuan bangsa. Masyarakatnya pecah belah.
Gaya lain tidak diberlakukannya kerakyatan yang dipimpin oleh permusyawaratan/perwakilan dalam hikmah dan kebijaksanan, tak berlaku. Diubah dengan pola demokrasi kapitalistik dengan sistim transaksional. Uang adalah pukulan mendekati Uppercut untuk mengalahkan Pancasila.
Gaya pamungkas seperti pertandingan buas tak kenal salah dan benar, yang lemah dan kuat yang penting menang. Tak ada keadilan, hanya ada siapa yang kuat dia pemenangnya. Tak ada keadilan tak ada keberadaban. Begitupun yang lemah, akan tertindas, sengsara, terpinggirkan dan terhempas merana.
Ahirnya dengan pukulan Uppercut Pancasila tumbang di tangan presiden bersama sponsornya Oligarki.
Gemuruh di rumah para senator koplak bahwa kemenangan telah di raih dengan mudah tanpa pertumpahan darah. Ritual kenegaraan sudah kering dari nilai Pancasila, kabut dupa mengebul dimana mana .
Target 12 ronde hanya cukup 4 ronde Pansacila hancur lebur.
Amandemen pertama terhadap UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 1999 yang berlangsung sejak 14 Oktober hingga 21 Oktober 1999.
Amandemen kedua dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2000, yang berlangsung antara 7 Agustus hingga 18 Agustus 2000.
Amandemen ketiga dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2001, yang berlangsung sejak 1 November hingga 9 November 2001.
Amandemen keempat terhadap UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2002, yang berlangsung antara 1 Agustus hingga 11 Agustus 2002.
Tampak lesu penonton kecewa, menangis dan frustasi karena berharap pemenang idealnya Pancasila, ternyata hanya dalam 4 ronde Pandasi sakti sudah tumbang.
Semua anak bangsa harus termangu menyaksikan piala kemenangan harus diserahkan kepada Oligarki.
Petapa presiden sebagai penjaga Pancasila dan UUD 45, telibat langsung ikut menumbangkan dengan leluasa mengalahkan Pancasila.
Sang promotor berpakaian oligarki dan borjuasi korporasi, atas kemenangannya dikira sudah merasa puas, ternyata memainkan pertandingan lanjutan relatif tanpa lawan seimbang karena keuangan yang maha kuasa, makin liar sebagai pukulan Uppercut yang mematikan. Saat ini akan membangun IKN asal pindah Ibukota
Bonus untuk para pemain boneka dibayar lunas sedang santai berkipas-kipas menikmati kemenangannya sambil menghitung keuntungan yang maha besar itu.
Penonton hanya bisa tertunduk lesu, mengelus dada menyaksikan “The winner takes it all” ( pemenang mengambil semuanya ). Baru tersadar penjaga pertandingan merangkap wasit ternyata sejak awal sudah ada perjanjian tersembunyi untuk memenangkan sang promotor.
Kehidupan manusia lebih mungkin menjadi sia sia lewat pemikiran terus mengalah dan sikap diam tanpa perlawanan dari pada luka menganga
Pancasila telah lenyap dan menghilang. Fabel Aesop mengatakan, “mempersiapkan diri setelah bahaya datang adalah sia-sia”. The winner takes it all (Pemenang Telah Mengambil Semua)