Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Hukum menjadi radikal manakala hukum sudah menjadi alat kekuasaan untuk membungkam, menindas dan memenjarakan bagi siapapun yang diangap berseberangan dengan kepentingan penguasa. Menurut Daniel S. Lev, bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik.
Ada segelintir orang yang sering kita kenal oligarki sangat berkuasa, mereka menggunakan uang sebagai sumber daya politik menguasai partai, parlemen dan pemerintah.
Mereka menciptakan politik bipolar untuk memperuncing pengkubuan politik. Bipolarisasi itu makin lama makin mengerucut dan mengeras pada tahun-tahun politik.
Memainkan kendali demokrasi Indonesia, mengendalikan kebebasan sipil, pluralism, pengelolaan pemerintah, dan kebebasan berpendapat, dan tekanan khususnya bagi kelompok oposisi.
Ruang bagi oposisi untuk melakukan kritik tetus digembosi lewat intimidasi, penghalauan massa, kriminalisasi, hingga tuduhan makar.
Sistem politik Indonesia yang berdasarkan prinsip negara hukum, prinsip konstitusional serta prinsip demokrasi, pelan tetapi pasti dirusak dengan cara yang ugal-ugalan, menjadikan sistem politik pincang. Terkesan negara berjalan tanpa aturan selain aturan yang mereka kehendaki suka suka.
Check and balances – prinsip due process of law, jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan jaminan serta perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia jebol berantakan.
Semua lembaga-lembaga negara dalam pelaksana kekuasaan negara bergerak tanpa koridor yang diatur konstitusi dan berdasarkan amanat yang diberikan konstitusi.
Dengan prinsip demokrasi partisipasi publik/rakyat berjalan berantakan berhenti total berubah menjadi liar, otoriter dan represif arahnya ke pemerintah otoriter.
Apabila rakyat tak berani mengeluh itu artinya sudah gawat dan apabila omongan penguasa tidak boleh dibantah dengan kebenaran itu artinya pasti terancam.