Oleh: *Yusuf Blegur
Anies R Baswedan bagaikan mendayung di dua pulau. Di satu sisi mengemban kehendak rakyat, di sisi lain bercengkerama dengan partai politik yang mengemban amanat konstitusi. Anies dituntut kepiawaiannya menciptakan keselarasan aspirasi rakyat dan mekanisme yang ada dalam partai politik. Sebuah tantangan saat partai politik tidak serta merta dan selalu menjadi representasi kepentingan rakyat.
Saat kepentingan oligarki begitu dominan, mengharapkan demokrasi yang ideal merupakan sebuah keniscayaan. Meskipun mengusung kepentingan bersama, ketika pragmatisme politik menjadi pilihan dan kesepakatan. Maka suara rakyat sering terpinggirkan, setidaknya menjadi nomor dua. Realitas politik seringkali memunculkan betapa berjaraknya aspirasi rakyat dengan sistem demokrasi liberal yang sarat kapitalistik dan transaksional.
Menjadi sangat menarik bagi Anies ke depan, khususnya dalam menyiapkan diri menghadapi kontestasi pilpres 2024. Anies bersama timnya harus mampu membangun konsolidasi yang kuat di tengah rakyat yang kian hari kian euforia mendukungnya. Maraknya antusiasme capres Anies di seluruh Indonesia, tetaplah ditentukan oleh sikap partai. Oleh karena itu, kemampuan personal dalam negosiasi dan bargaining posisi pada partai politik, mutlak dilakukan Anies.
Kemampuan Anies meyakinkan publik dan partai politik secara luas, harus bisa menembus jantung rakyat melampaui batas-batas wilayah dan entitas sosial politik. Ceruk politik dan keseimbangan pendulum ideologi harus dibentangkan secara luas dan harmonis. Elaborasi dan sinergi kekuatan ideologi, memerlukan sentuhan elegan dari Anies yang bisa didapat dari irisan atau yang menjadi anasir partai politik.
Anies Baswedan sepatutnya menjadi pemimpin bagi semua agama, bagi semua suku, bagi semua ras, dan bagi semua komunitas antar golongan. Terus merajut kebangsaan, menenun renda-renda kebhinnekaan dan kemajemukan Indonesia. Payung politik Anies, harus bisa dibentangkan lebar dan tinggi untuk melindungi seluruh anak bangsa. Menjadi perahu besar mengarungi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Kalau saja ini bisa dilakukan Anies, In syaa Allah rakyat akan mengapresiasi dalam wujud loyalitas dan miltansi. Begitupun juga bagi partai politik, memungkinkan manifestasi kedaulatan rakyat dalam ranah konstitusi itu. Berpeluang menggunakan logika dan rasionalitas politiknya, dalam memperjuangkan orientasi partainya menangkap animo dan keinginan rakyat.
Saiyeg Saeka Praya
Saiyeg Saeka Praya, peribahasa dari kultur Jawa yang pada akhirnya menginspirasi salah satu nilai-nilai Panca Sila. Sepertinya akan menjadi ruh sekaligus enegi dari persfektif politik capres seorang Anies. Prinsip-prinsip gotong-royong dalam slogan holopis kuntul baris, oleh Bung Karno sering dipakai untuk menggelorakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Potensial diserap sekaligus dimanfaatkan Anies untuk membangun kecerahan publik, yang akhir-akhir ini meredup. Bukan hanya relevan, semangat holopis kuntul baris bia jadi merekonstruksi kembali kerapuhan bangunan kebangsaan Indonesia. Holopis kuntul baris menjadi begitu dibutuhkan bagi pemimpin dan rakyatnya, terutama ketika nasionslisme negeri ini seakan berada di ujung tanduk.
Krisis multidimensi yang melanda negeri, ada baiknya dicari solusinya dengan hikmat kebijaksanaan yang berakar pada tradisi adiluhung holopis kuntul baris. Nilai-nilai yang diadopsi ke dalam Panca Sila menjadi sila persatuan Indonesia itu. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang akan menjadi problem solving bagi republik ini yang sedang terpapar gejala degradasi sosial dan disintegrasi nasional.
Pada akhirnya, bagi Anies Baswedan, bagi semua partai politik dan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada pilihan terbaik selain menjejaki dan menulari semangat holopis kuntul baris secara lebih terstruktur, sistemik dan masif. Betapapun dinamika dan konstelasi politik pilpres 2024 begitu tinggi dan menyita perhatian publik nasional dan internasional.
“Lets go”, all of you Indonesian”. Holopis kuntul baris, berhimpun bersama Anies dalam satu baris. Satu barisan kebangsaan Indonesia.
Penulis, *Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Lujur berdikari