PRIMA Dukung Permendikbud No 30 Tahun 2021

Tak Berkategori

Permendikbud No 30 tahun 2021 menekankan pada aspek perlindungan korban dan sama sekali tidak menunjukkan tendensi menganjurkan hubungan bebas.

“Kami mengapresiasi dan mendukung langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem M. Makarim, yang mengeluarkan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi,” kata Juru Bicara Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), membidangi Perempuan dan Kesejahteraan Sosial Minaria C.N Simarmata kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (12/11/2021).

Minaria mengatakan, Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 merupakan langkah maju dengan kepastian perlindungan terhadap korban serta menempatkan perempuan sebagai subyek manusia yang setara dalam hubungan pribadi maupun sosial.

“Permendikbud ini menekankan pada aspek perlindungan korban dan sama sekali tidak menunjukkan tendensi menganjurkan hubungan bebas,” jelasnya.

Persoalan kekerasan seksual telah menjadi perhatian dan keprihatinan berbagai kalangan sejak lama. Pada 2017, Badan Pusat Statistik merilis hasil survei nasional yang menyebut satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidupnya.

“Sepanjang 2018, Komnas Perempuan mencatat ada 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat dari tahun lalu sebesar 14 persen,” jelasnya.

Sementara untuk kasus di tingkat kampus ataupun lembaga pendidikan lain belum bisa diperoleh data secara pasti. Meski demikian, kanal berita Tirto.id pernah mengedarkan formulir di tahun 2019 yang mendapatkan respon sejumlah 174 testimoni kekerasan seksual yang berhubungan dengan institusi perguruan tinggi. Artinya beberapa kasus kekerasan seksual yang mencuat dan menjadi pemberitaan media massa sebetulnya hanya secuil dari besarnya jumlah kasus yang terpendam (fenomena gunung es).

“Kami berharap kebijakan Mendikbudristek ini dapat menjadi contoh untuk diterapkan secara lebih luas. Definisi serta penjabaran yang terperinci tentang kategori kekerasan seksual merupakan kebutuhan yang seharusnya diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang kemudian diganti menjadi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” jelasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News