Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 isinya berpotensi besar pelajar maupun mahasiswa bisa melakukan seks bebas. Nadiem Makarim harusnya menyadari bahaya seks bebas atau perzinaan.
“Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 isinya sangat liberal dan menjadi peluang seks bebas. Nadiem perlu diingatkan bahaya perzinaan,” kata pengamat pendidikan Islam Muthoifin El Demawy kepada www.suaranasional.com, Rabu (3/11/2021). “Sudah beberapa kali Nadiem membuat aturan dan pernyataan kontroversi. Nampaknya ada virus liberal yang ingin merusak generasi bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Ia mengatakan, dalam Permendikbud Ristek itu disebutkan disebut kekerasan seksual jika memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban. “Ini sama saja jika atas ijin korban tidak disebut kekerasan korban. Ini mengarah suka sama suka dan perzinaan,” jelasnya.
Kata peraih doktor Universitas Ibnu Khaldun Bogor ini, Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 harus segera dibatalkan. “Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan berbagai agama di Indonesia,” jelas Muthoifin.
Ia juga heran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mengklaim lembaga pengawal Pancasila hanya diam saja terhadap Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021. “Harusnya BPIP bersuara keras untuk membatalkan Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021,” paparnya.
Muthoifin mengingatkan adanya penyelundupan aturan atau undang-undang yang bisa merusak Bangsa Indonesia. “Ketika UU atau peraturan yang bertentangan nilai Pancasila dan agama disahkan maka negara ini bisa hancur,” pungkas Muthoifin.
Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, menerbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Ketentuan itu menuai kritik karena dinilai justru bisa legalkan seks bebas di kampus.
Permendikbud No 30/2021 diteken oleh Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 dan diundangkan pada 3 September 2021. Pertimbangan disusunnya Permendikbud itu antara lain semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas termasuk perguruan tinggi.
Dalam Permendikbud No 30/2021, kekerasan seksual pada beberapa kondisi diartikan sebagai “tanpa persetujuan korban”. Tertuang dalam Pasal 5, di antara definisi kekerasan seksual itu adalah:
-memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
-mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
-menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
-menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
-membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
Pada bagian lain dijelaskan:
(3) Persetujuan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi di mana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.