“Rakyat menginginkan sosok Panglima TNI yang punya karakter, berani mengambil keputusan. Bukan orang yang NATO (not action talk only). Saat ini dibutuhkan sosok yang fleksibel, luwes, tetapi punya prinsip”.
Penegasan itu disampaikan mantan Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen (purn) Tri Tamtomo kepada itoday (26/10/2021), menyikapi semakin tajamnya narasi ‘dukung-mendukung’ calon Panglima TNI pengganti Jenderal Hadi Tjahjanto.
Menurut Tri Tamtomo, saat ini dan ke depan, dibutuhkan sosok Panglima TNI yang berkarakter dan tidak berpolitik praktis. Karakter itu dibutuhkan, karena dalam salah satu tugasnya Panglima TNI akan bekerjasama dengan Menteri Pertahanan (Menhan).
“Panglima TNI harus dipilih sosok yang punya karakter dan keberanian menyatakan yang benar itu benar, yang salah itu salah. Kita tidak ingin memilih orang yang berpolitik praktis, sehingga akhirnya membuat kerugian bagi TNI dan bangsa. Karena lingkungan strategis mengharuskan terpilih Panglima TNI orang yang terbaik,” tegas mantan anggota Komisi I DPR RI ini.
Dalam hubungan Panglima TNI-Menhan, Tri Tamtomo menegaskan bahwa Panglima TNI-Menhan harus bisa bekerjasama secara sinergis. Tidak boleh salah satu di atas yang lain. Tidak boleh Panglima TNI ‘di atas’ Menhan, ataupun sebaliknya. Aturan perundangan mengatur, dalam pengambilan keputusan Menhan, Panglima TNI akan memberikan pertimbangan, agar keputusan tersebut sesuai dengan kebutuhan alpahankam di tiga matra TNI.
Tri Tamtomo juga menyoal sinyalemen yang berkembang, bahwa Panglima TNI pengganti Hadi Tjahjanto dari matra darat. Tri meminta semua pihak agar taat aturan, bahwa semua keputusan tentang calon Panglima TNI di tangan Presiden.
“Memang ada sinyaleman bahwa Panglima TNI yang baru domainnya Angkatan Darat. Di sini tidak ada domain! Karena Undang Undang menegaskan Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh tiga Kepala Staf angkatan. Kita harus tunduk pada ketentuan itu. Ini semua keputusan di tangan presiden,” tegas eks Sekretaris Utama Lemhanas ini.
Jika ditarik ke belakang, kata Tri Tamtomo, dari era ke era dari Angkatan Darat sudah sembilan kali menjadi Panglima TNI. Dimulai dari M Yusuf hingga Gatot Nurmantyo. Sementara dari Angkatan Laut, baru dua kali. Yakni Widodo AS dan Agus Hartono. Demikian juga dari Angkatan Udara, baru dua KSAU yang menjabat Panglima TNI, Joko Suyanto dan Hadi Tjahjanto.
Sejalan dengan aturan tersebut, dengan tegas Tri Tamtomo juga mengingatkan soal sinyalemen yang menggadang-nggadang Pangkostrad menjadi Panglima TNI yang baru. Diingatkan, Panglima TNI dijabat oleh perwira tinggi (pati) yang pernah atau sedang menjabat Kepala Staf angkatan.
“Silahkan menggadang-nggadang tapi itu seperti punguk merindukan bulan, jika aturan itu dilakukan dengan benar. Pasal 13 ayat 4 UU TNI mengatur, Panglima TNI adalah pati yang pernah atau sedang menjabat Kepala Staf. Artinya, bintang dua dan tiga harus paham! meskipun sudah digadang-gadang siapapun. Aturannya seperti itu. Tetapi jika negara dalam keadaan gonjang-ganjing, atau situasi ‘merah’, bisa saja menunjuk bintang dua atau tiga menjadi Panglima TNI. Ini terkait diskresi. Tetapi hari ini kondisi negara dalam keadaan normal. Artinya yang berlaku adalah aturan normal,” tegas Tri Tamtomo.
Catatan Pelanggaran Calon Panglima TNI
Pergantian Panglima TNI ramai diperbincangkan, mulai dari pemerhati, sampai dengan politisi. Hal ini menandakan bahwa isu ini sangat strategis, di mana masyarakat juga ingin melihat, siapa yang pantas menjadi Panglima TNI saat ini. Ini menjadi sinyal bahwa demokrasi bergulir dengan baik, dan rakyat cinta pada TNI.
Lalu, parameter apa saja yang bisa menjadi patokan sehingga terpilih Panglima TNI yang ideal? Tri Tamtomo menegaskan, Panglima TNI yang terpilih kelak harus menyatu dengan visi dan misi Presiden sebagai kepala negara sebagai pengemban amanat rakyat.
Dalam TNI dikenal sisbinpers (pembinaan personil). Dalam hal ini yang dilihat adalah latar belakang SDM calon Panglima TNI. “Berdasar sisbinpers, SDM yang akan tampil saat ini adalah tiga Kepala Staf angkatan yang berbintang empat. Ini adalah putra-putra TNI, putra-putra terbaik yang mempunyai jenjang karir yang luar biasa, sudah pada top level yang ada. Ketiga Kepala Staf angkatan layak menjadi Panglima TNI,” beber Tri Tamtomo.
Selanjutnya, dilihat dari sumber pendidikan. “Beliau bertiga sama-sama dari akademi militer. Satu di Magelang, satu di Bumi Moro Surabaya, satu lagi Adi Sucipto Yogyakart. Dari dikum (pendidikan umum), dikmil (pendidikan militer) jelas, dikpers juga sangat jelas. Dari Sesko hingga Lemhanas, ini menandakan ketiganya mempunyai kapasitas dan kualitas yang mendukung,” jelas Tri Tamtomo.
Catatan khusus disampaikan Tri Tamtomo, yakni terkait aturan normatif yang mengiringi karier masing-masing calon Panglima TNI. Rekam jejak ini harus ditelisik dan dan disisir, mulai dari pama, pamen, hingga pati.
“Ketiganya punya hak yang sama untuk menjadi pimpinan TNI. Namun demikian, jangan pernah dilupakan, ada aturan normatif yang harus dipegang sebagai rekam jejak. Norma ini berlaku mulai dari pergantian komandan batalion berturut-turut sampai ke atas. Adakah catmin (catatan administrasi) dan catatan personil (catpers) yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Tentu rekam jejak ini harus ditelisik dan disisir. Dari letnan dua hingga di jenjang terakhir. Mulai pama, pamen, pati,” urai Tri Tamtomo.
Di antara penugasan sejak perwira pertama, hingga pati, yang sangat ditonjolkan adalah saat menjadi kepala staf angkatan saat ini. Apakah sang calon Panglima sudah memberikan kontribusi besar bagi TNI? Hal ini harus menjadi pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan. Penugasan dalam dan luar negeri juga harus menjadi pertimbangan.
Ketiga Kepala Staf angkatan saat ini layak dari sisi administrasi, penugasan, dan kesetiaan? “Syarat administrasi, penugasan, kesetiaan beliau bertiga jangan pernah diragukan. Beliau bertiga layak. Tetapi perlu ditelisik apakah pernah ada pelanggaran Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI pernah dilanggar? Pelanggaran itu menjadi hal kecil yang akan akan menghambat yang bersangkutan,” kata Tri Tamtomo.
Mengapa rekam jejak calon Panglima TNI ini menjadi hal penting? “Kecil apapun, ini menjadi pertimbangan. Karena TNI berpedoman pada Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI. Kita harus kaitkan, apakah di dalam pedoman itu ada yang pernah dilanggar calon Panglima TNI? Ini akan menjadi penilaian khusus dari presiden, sebagai panglima tertinggi TNI maupun kepolisian,” catat Tri Tamtomo.
Tri Tamtomo juga merujuk pada pasal-pasal UU 34/2004 tentang TNI. “Berdasarkan Pasal 39 ayat 3 UU TNI, prajurit TNI dilarang berbisnis, ini yang paling menonjol. Pasal 53, prajurit itu ada pengakhiran yang dibatasi oleh durasi umur. Dari tamtama, bintara, dan perwira, itu mulai dari 53 tahun, sampai 58 tahun. Ini menjadi pertimbangan-pertimbangan yang harus menjadi pedoman pengambil keputusan,” jelas Tri Tamtomo.
Menutup perbincangan dengan itoday, Mayjen (Purn) Tri Tamtomo kembali lagi mengingatkan bahwa sebagai Panglima Tertinggi, Presiden mempunyai hak prerogatif menentukan dan memutuskan calon Panglima TNI untuk kemudian diserahkan kepada DPR. Jika DPR tidak menyampaikan jawaban kepada presiden terkait hasil fit and proper test, suka atau tidak suka, yang maju fit and proper adalah calon final Panglima TNI.
“Jangan pernah meragukan dari sisi manapun, karena TNI-Polri adalah organisasi yang paling solid rantai komandonya. Siapa komandonya, dan siapa yang berbuat apa, juga jelas. Dan loyalitas juga sudah ditakar. Oleh karena itu dari mekanisme yang ada, kita serahkan sepenuhnya soal calon Panglima TNI ini kepada keputusan Presiden. Tentunya Presiden sudah memiliki mekanisme tersendiri di dalam lingkungannya. Siapapun yang jadi Panglima TNI adalah putra terbaik yang terpilih dari putra yang paling baik, karena dia punya tugas pokok yang sangat luar biasa,” pungkas tegas Tri Tamtomo.