Oleh: Defiyan Cori (Ekonom Konstitusi)
Selama periode 2019-2021, jajaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Pertamina menghadapi tantangan yang semakin menumpuk dan bebannya tidak ringan kalau tidak bisa dinyatakan berat. Menurut catatan BBC Indonesia, kebakaran kilang yang berfungsi mengolah minyak mentah menjadi produk jadi Bahan Bakar Minyak dan jenis lainnya telah terjadi selama 4 (empat) kali. Dan, sampai saat ini penyelesaian tuntas atas penyebab kebakaran masih menjadi tanda tanya publik, meskipun sudah mengerahkan banyak lembaga investigasi, termasuk dari negara lain, yaitu Det Norske Veritas (DNV)sebuah lembaga terakreditasi dan biro klasifikasi internasional yang berkantor pusat di Høvik, Norwegia.
Selain itu, yang mutakhir adalah kasus yang ditemukan oleh Komisaris Utama nya, Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok yang resmi menjabat pada Hari Senin, 25 November 2019 lalu dengan misi khusus yang diberikan tugas khusus oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP) membereskan sumber kekacauan di perusahaan tersebut. Seperti menanggapi tantangan LBP itu, Ahok lalu mempersoalkan pembelian gas alam cair atau LNG yang kini tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada Hari Rabu, 6 Oktober 2021 Ahok menyatakan, bahwa semua hasil audit internal perseroan mengenai persoalan tersebut sudah disampaikan kepada jajaran direksi dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Terhadap permasalahan diatas, maka kami perlu menyampaikan kepada jajaran Direksi BUMN Pertamina hal-hal sebagai berikut:
1. BUMN adalah entitas ekonomi dan bisnis yang merupakan mandat konsitusi ekonomi yang harus dijaga marwah dan kehormatannya dalam memperoleh dukungan publik serta mempertahankan pelayanan optimal ceruk (segmen) pasar tradisionalnya untuk keberlanjutan ketersediaan energi secara terjangkau, memadai, ekonomis dan berkelanjutan (sustainability), termasuk penopang keuangan negara.
2. Selama bertahun-tahun hingga usia Pertamina menjelang 65 Tahun pada tanggal 10 Desember 2021, seluruh masyarakat konsumen Indonesia sangat mempercayai keberadaan BUMN tanpa bisa berpindah ke lain hati atau perusahaan asing lain yang sejenis untuk membeli berbagai produknya. Pertamina harus merawat dengan baik sikap nasionalisme masyarakat konsumen ini.
3. Bahwa, selama pandemi Covid19 berlangsung, kinerja negatif alias menderita kerugian justru dialami oleh berbagai perusahaan minyak dunia yang berpengalaman, namun jajaran Direksi beserta karyawan Pertamina menunjukkan kinerja yang positif dengan membukukan laba sejumlah US$183 Juta atau setara Rp 2,6 Triliun pada semester I-2021. Jangan sampai karena kasus korupsi yang ditangani KPK itu, berakibat pada kemerosotan penjualan BBM Pertamina!
4. Dugaan korupsi yang menyita perhatian publik ditengah kondisi harga minyak mentah dunia yang meningkat mencapai US$80 per barrel per tanggal 5 Oktober 2021 tentu dengan adanya begitu banyak masalah kinerja jajaran Direksi yang tidak terselesaikan akan mempersulit posisi Pertamina sebagai perusahaan untuk menyesuaikan harga BBM dikemudian hari disebabkan oleh sikap antipati publik terkait adanya kasus perjanjian jual beli LNG yang terindikasi korupsi. Publik bisa saja menilai penyesuaiann harga BBM yang dilakukan Pertamina juga akan terindikasi hal serupa.
Atas dasar itulah, diminta pada jajaran Direksi BUMN Pertamina untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi secara transparan sesuai prinsip pertanggungjawaban (akuntabilitas) publik untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat yang telah kokoh selama ini bagi keberlangsungan operasinya dan mencapai misi Presiden untuk membesarkannya, bukan malah sebaliknya akibat nila setitik di Mozambique rusak nama baik Pertamina! KPK didesak untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas dan jangan sampai menjadi ajang transaksi politik!