Aktivis Jumhur Hidayat membuat surat terbuka dukungan terhadap Brigjen Junior Tumilaar.
Berikut ini surat terbuka Jumhur Hidayat:
Jakarta, 11 Oktober 2021
Kepada Yth.
Bapak Brigjend TNI Junior Tumilaar
Di Jakarta.
Dengan hormat,
Pertama-tama saya mendo’akan semoga Bapak tetap sehat dan selalu diberikan kekuatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga bisa terus memperluas dharma bakti Bapak kepada Ibu Pertiwi.
Perkenalkan nama saya Moh Jumhur Hidayat, Warga Negara Indonesia biasa yang sedang berbahagia menyaksikan apa yang terjadi pada diri Bapak yaitu terkait pembelaan Bapak kepada rakyat yang tanahnya digusur oleh korporasi besar serta upaya membela martabat institusi yang memang sudah seharusnya djunjung tinggi oleh setiap Prajurit. Untuk kedua hal pembelaan tersebut, memang ada resiko yang harus dihadapi dan saat ini resiko itu pun sedang Bapak tanggung. Karena itu saya menaruh hormat dan merasa perlu untuk bersurat kepada Bapak pada kesempatan pertama.
Terlepas dari salah atau benar tindakan Bapak dalam pandangan teknis administratif, namun secara ideologis berdasarkan Pancasila, apa yang Bapak lakukan adalah hal yang benar, karena ini menyangkut rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Kita banyak menyaksikan bagaimana korporasi besar yang telah menjadi oligarki, menggusur tanah-tanah rakyat dengan begitu mudahnya dan mendapat dukungan dari kekuasaan sipil yang susah payah diperjuangkan keberadaannya sejak lama. Reformasi 1998 yang menjadi momentum perubahan itu, ternyata hanya mampu merubah sistem politik, tetapi justru mengokohkan cengkraman sistem ekonomi kapitalistik dan ini terbukti bahwa pada tahun 1998 indeks ketimpangan pendapatan hanya 0,33 dan sekarang berkisar pada 0.4 yang artinya ketimpangan sosial semakin meningkat, terlebih lagi indeks ketimpangan penguasaan tanah yang mencapai 0.72.
Sistem politik yang terbuka di awal-awal reformasi dulu pun lambat laun meredup kembali ketika kekuasaan oligarki ekonomi dengan berbagai cara mempengaruhi kekuasaan politik pembuat peraturan atau bahkan kaki tangan oligarki itu sendiri sudah masuk dalam kekuasan politik pembuat peraturan. Dengan berbagai cara, “penghadangan” dilakukan agar kekuasaan politik hanya beredar di kalangan oligarki saja. Hal ini ditunjukan dengan adanya aturan-aturan ambang batas masuk parlemen, ambang batas mengikuti pilkada dan ambang batas mengikuti pilpres, di mana dengan sistem ambang batas ini artinya memperkecil kesempatan bagi orang-orang baik untuk ikut bertarung memperbaiki nasib rakyat lewat kekuasaan politik yang bisa dicapai melalui sistem pemilihan langsung, bebas dan rahasia.
Akhir kata, saya ingin menyampaikan, bahwa Bapak tidaklah sendiri. Apa yang Bapak lakukan adalah hal yang selama ini diperjuangkan oleh gerakan masyarakat sipil Indonesia yang seringkali berjuang dalam kesunyian membela rakyat yang tanahnya digusur termasuk tanah milik masyarakat adat yang digusur oleh kaum olgarki yang mendapat dukungan administratif dari kekuasaan. Kita masih berkeyakinan, bahwa keagungan moral dan keadilan sosial haruslah lebih tinggi dari sekedar aturan teknis administratif, bukan sebaliknya.
Hormat saya,
Moh Jumhur Hidayat